TIKTAK.ID – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengatakan wacana perubahan masa jabatan maksimal presiden dari dua menjadi tiga periode sudah sempat muncul di akhir era kepemimpinan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Lucius menyebut sosok yang dulu menyuarakan usulan tersebut yakni Ruhut Sitompul, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang ketika itu masih menjadi kader Partai Demokrat.
“Isu ini tak hanya muncul di era Jokowi sekarang, melainkan juga terjadi di zaman SBY, ketika usulan tiga periode dilontarkan oleh Ruhut Sitompul saat itu,” ujar Lucius melalui sebuah diskusi yang digelar PARA Syndicate secara daring, Rabu (23/6/21), seperti dilansir CNN Indonesia.
Baca juga : MUI: Kelompok Radikal Sering Gunakan Bungkus Agama untuk Rebut Kekuasaan
Kemudian Lucius menyatakan wacana mengubah masa jabatan maksimal presiden menjadi tiga periode adalah post power syndrome. Ia menilai orang-orang yang telah menikmati kekuasaan, menjadi takut kehilangan kuasa, sehingga mendorong wacana mengubah masa jabatan maksimal presiden menjadi tiga periode lewat amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
“Mengantisipasi post power syndrome-lah katakan itu. Orang yang sudah merasa menikmati kekuasaan takut kehilangan kekuasaan itu, jadi peluang untuk bisa memuaskan atau menjawab ketakutan itu atau bisa dikatakan hambatan satu-satunya adalah konstitusi Pasal 7 UUD 1945,” tutur Lucius.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indopolling Network, Wempy Hadir mengklaim bahwa wacana mengubah masa jabatan maksimal presiden menjadi tiga periode sengaja didesain untuk test the water atau melihat respons masyarakat.
Baca juga : Tok! Hakim Vonis Menantu Rizieq Setahun Penjara
Wempy pun menganggap penilaian tersebut bukan tanpa alasan. Sebab, kata Wempy, terdapat dua gerakan yang mendorong wacana itu dalam waktu yang berdekatan.
“Dalam tempo singkat ada gerakan di Jakarta dan di NTT, dan hampir sama temanya, yakni mendorong presiden tiga periode. Mereka mencoba mengamendemen Pasal 7 UUD 1945 yang bicara soal masa jabatan presiden,” terangnya.
Menurut Wempy, gerakan ini kemungkinan besar dibentuk oleh pihak-pihak yang akan kehilangan kuasa saat jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berakhir pada 2024 mendatang.
Baca juga : Hakim Ungkap Alasan Hukum Rizieq 4 Tahun Penjara
“Jika bicara mengenai teori sebab akibat, orang yang akan hilang kekuasaan ekonomi, politik, dan sosial akibat selesainya jabatan Jokowi di 2024, saya kira orang-orang ini bertanggung jawab pada gerakan-gerakan politik hari ini,” imbuhnya.