
TIKTAK.ID – Belakangan ini, ramai di media sosial sebuah video yang menampilkan potongan uang Rp100 bergambar Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Melalui video itu, disebutkan bahwa potongan uang tersebut adalah redenominasi dari uang Rp100.000 sehingga menjadi uang Rp100. Redenominasi sendiri merupakan penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya.
Kemudian berdasarkan potongan video yang beredar, tampak uang itu juga memiliki nomor seri dan bertuliskan “BANK INDONESIA”, sama seperti uang pada umumnya.
Baca juga : Dukung Statemen Haedar Nashir, Ini Kata Rizal Ramli Soal Buzzer Jokowi
Adalah akun @jakarta.keras yang mengunggah video uang bergambar Jokowi tersebut. Namun, mengutip Kompas.com, video itu sebenarnya berasal dari aplikasi TikTok yang diunggah akun @aku.ijot. Sampai saat ini, video tersebut telah ditonton sebanyak 8,4 juta kali.
Menanggapi beredarnya video bergambar Jokowi, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Erwin Haryono menegaskan bahwa uang tersebut bukan berasal dari Bank Indonesia.
“Bukan dari BI, tapi nanti kami monitor,” ujar Erwin, seperti dilansir Kompas.com, Senin (8/2/21).
“Kelihatannya ini anak-anak iseng di TikTok, lalu masuk Instagram dan FB. Kami juga mendengar kalau yang membuat sudah minta maaf,” imbuh Erwin.
Kemudian Erwin meminta agar semua unggahan terkait uang tersebut segera dihapus. Erwin pun mengimbau masyarakat untuk berhati-hati apabila membuat konten yang berhubungan dengan uang rupiah.
“Kami ingin mengajak masyarakat agar berhati-hati dalam urusan ini. Sebab, bagaimanapun rupiah adalah lambang kedaulatan NKRI,” tutur Erwin.
Baca juga : Pengamat Soal Isu Kudeta Demokrat: Playing Victim, Sok Dizalimi
Erwin menilai motif pembuatan video uang bergambar Jokowi itu hanya untuk mendapat traffic dan jumlah penonton.
Lebih lanjut, mengenai redenominasi, Erwin mengatakan rencana itu memang tetap ada, tetapi akan sangat bergantung pada kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Ia menjelaskan, meski redenominasi tidak akan mengubah daya beli rupiah, namun kondisi sosial akan menentukan akseptasi masyarakat.
“Artinya, pelesetan atau bahkan hasutan seperti dalam contoh tadi itu bisa terjadi dalam skala yang luas. Oleh sebab itu, kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang stabil menjadi sangat penting dalam implementasi redenominasi. Pengalaman di banyak negara telah menunjukkan hal tersebut,” kata Erwin.