TIKTAK.ID – Uni Eropa kecam Presiden Amerika Serikat, Donald Trump karena ingin menggunakan kekerasan untuk menghadapi demonstran dan mengutuk “kematian mengerikan yang dialami George Floyd” serta penangkapan para jurnalis saat meliput demonstrasi.
Sebuah resolusi setebal 11 halaman dibuat pada Jumat (19/6/20) di Parlemen Eropa. Dalam voting saat itu 493 suara mendukung resolusi, 104 menolak dan 67 lainnya abstain. Parlemen Uni Eropa mengakui gerakan “Black Lives Matter” dan membuat 36 kesimpulan, seperti yang dilaporkan RT News.
Resolusi itu mengutuk “kematian George Floyd yang mengerikan”, yaitu pria Afrika-Amerika asal Minneapolis, Minnesota yang tewas karena dicekik-tindih menggunakan lutut dalam penangkapan oleh polisi pada akhir Mei. Anggota parlemen UE juga sepakat mengecam “segala jenis bentuk rasisme, kebencian dan kekerasan” serta “tradisi Afrofobik, seperti latihan menghitamkan wajah”.
Mereka menuntut Amerika “mengambil langkah tegas untuk mengatasi rasisme struktural dan ketidaksetaraan di negara itu, seperti yang tercermin dalam kebrutalan polisi” dan mengutuk “tindakan keras polisi terhadap para demonstran yang damai dan jurnalis Amerika”.
Parlemen Uni Eropa juga “sangat menyesalkan ancaman Presiden Amerika untuk mengerahkan Tentara Amerika” untuk menghadapi para demonstran yang rusuh di beberapa tempat. Namun, mereka menyalahkan kerusuhan itu karena “kekuatan ekstremis dan anti-demokrasi yang sengaja menyalahgunakan protes damai untuk memperburuk konflik dengan maksud menyebarkan kekacauan dan anarki”.
Parlemen UE juga mengecam penangkapan wartawan CNN, Omar Jimenez dan krunya di Minneapolis sebagai contoh lain dari rasisme. Parlemen mengatakan kebebasan pers sebagai kunci untuk memerangi rasisme.
Namun, jangan sampai orang berpikir bahwa rasisme itu bagian dari kebebasan berbicara, resolusi tersebut mencatat bahwa “pidato rasis dan xenofobik tidak termasuk dalam kebebasan berekspresi” dan mengecam “semua jenis insiden kejahatan rasial dan ucapan rasial, baik offline maupun online”.
Parlemen juga menentang, “slogan-slogan yang bertujuan untuk melemahkan atau mengurangi gerakan Black Lives Matter dan melemahkan arti pentingnya” seperti yang dinyatakan oleh “supremasi kulit putih”.
Pendidikan, anggota parlemen bilang, merupakan “alat utama untuk mengakhiri diskriminasi struktural dan rasisme dalam masyarakat kita,” dengan peran penting dalam “mendekonstruksi prasangka dan stereotip, mempromosikan toleransi, pemahaman dan keragaman”.
Hingga saat ini belum ada komentar dari Gedung Putih maupun Departemen Luar Negeri terkait resolusi yang dikeluarkan oleh Parlemen Uni Eropa itu.