
TIKTAK.ID – Mayoritas anggota senat Amerika Serikat sepakat untuk mengabaikan hak veto Presiden Donald Trump dalam upayanya untuk menghentikan pengesahan RUU kebijakan pertahanan.
Dilansir Reuters, ini merupakan pertama kalinya sepanjang masa jabatan Trump di White House tak dapat menggunakan hak vetonya dan Partai Republik serta Partai Demokrat justru bergabung untuk upaya tersebut.
Asal tahu saja, Senat AS dikuasai oleh Partai Republik, yang merupakan pendukung Donald Trump di dua pemilihan umum Presiden. Pertemuan untuk mengecualikan hal veto Trump dilakukan Jumat (1/1/21) dengan total sepertiga suara atau 81-13 memilih untuk mengabaikan hak veto dari Trump.
DPR AS pada Senin pekan ini malah terlebih dahulu memilih untuk mengenyampingkan hak veto dari Kepala Negaranya ini.
Untuk diketahui, presiden AS memiliki hak untuk memveto RUU yang telah disahkan oleh Kongres. Namun anggota DPR bisa mempertahankan RUU tersebut jika dua pertiga dari DPR dan senat memilih untuk membatalkan hak veto presiden.
Adapun RUU yang berusaha untuk ditolak oleh Trump ini adalah Undang-undang Otorisasi Pertahanan Nasional (National Defense Authorization Act/NDAA) yang di dalamnya berisi alokasi dana senilai US$ 740 miliar. Mengatur mulai dari berapa banyak kapal yang dibeli hingga gaji tentara dan cara mengatasi ancaman geopolitik.
Penolakan RUU ini dilakukan Trump lantaran tidak mencabut perlindungan hukum tertentu untuk platform media sosial dan termasuk ketentuan yang menghapus nama jenderal Konfederasi dari pangkalan militer.
RUU ini juga merombak aturan anti pencucian uang dan melarang perusahaan cangkang anonim. Ini akan menjadi kemenangan bagi penegak hukum dan kelompok hak asasi yang telah lama mencari perubahan untuk mempermudah pengawasan aliran uang ilegal.
Menurut pihak berwenang, aturan yang berlaku di AS mengenai pengungkapan pemilik perusahaan telah memungkinkan penjahat menggunakan badan hukum untuk melakukan pencucian uang di seluruh dunia.
Selain itu, desakan agar nama Konfederasi dicabut dari pangkalan AS ini didorong setelah George Floyd, seorang pria kulit hitam tak bersenjata, dibunuh oleh seorang petugas polisi Minneapolis Mei lalu yang memicu adanya protes berbulan-bulan lamanya karena adanya tindakan rasial.
Jadi dalam UU tersebut mensyaratkan Menteri Pertahanan untuk membentuk sebuah komisi dengan 45 hari bertugas mengembangkan rencana untuk menghapus nama-nama tentara Konfederasi dan pemimpin dari properti Departemen Pertahanan dan untuk melaksanakan rencana itu dalam tiga tahun.
Di antara pangkalan yang memerlukan perubahan nama adalah pangkalan Angkatan Darat AS terbesar, Fort Bragg di North Carolina, dinamai dari Jenderal Konfederasi Braxton Bragg.
RUU ini juga membatasi kemampuan Trump untuk segera menarik semua pasukan AS yang tersisa dari Afghanistan.
Mengutip RUU tersebut, upaya ini mengharuskan Trump untuk menyerahkan penilaian komprehensif antarlembaga tentang risiko dan dampak sebelum menggunakan dana untuk menarik personel militer AS di Afghanistan di bawah 4.000 atau level saat ini dan sekali lagi sebelum menarik di bawah 2.000.
“Kami telah mengesahkan Undang-Undang ini 59 tahun berturut-turut. Dan dengan satu atau lain cara, kami akan menyelesaikan NDAA tahunan ke-60 dan mengesahkannya menjadi Undang-Undang sebelum Kongres ini berakhir pada hari Minggu,” kata Mitch McConnell, Pemimpin Senat Partai Republik dilansir Reuters.
Ketua DPR dari Partai Demokrat, Nancy Pelosi menuduh Trump sengaja menggunakan minggu-minggu terakhirnya di White House untuk menciptakan kekacauan dan Kongres mendesaknya untuk mengakhiri sabotase yang “putus asa dan berbahaya”, katanya dalam sebuah pernyataan.