
TIKTAK.ID – Politikus PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko mengungkapkan bahwa ketimbang harus memperpanjang masa jabatan presiden, lebih baik menjadikan mantan presiden sebagai bagian Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) untuk calon presiden terpilih di 2024 mendatang.
Budiman menyampaikan hal itu untuk merespons para pengusul wacana penundaan Pemilu 2024 yang menilai kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih perlu diteruskan.
Budiman sendiri sebenarnya tidak menampik bahwa agenda pembangunan Jokowi masih belum selesai dan perlu diteruskan. Meski begitu, dia mengatakan solusinya bukan berarti harus perpanjangan atau penundaan Pemilu.
Baca juga : Tanggapi Usulan Tunda Pemilu, Pengamat: Mereka Remehkan Pemimpin Indonesia Selanjutnya
“Oleh sebab itu, saya merasa perlu sebagai alternatif bahwa Pak Jokowi atau mantan presiden apa pun di 2024, 2029, 2034 dan seterusnya, kalau bisa diberikan tempat terhormat. Mantan-mantan presiden bukan masalah Pak Jokowi saja ya, tapi siapa pun, berikan tempat terhormat sebagai Wantimpres atau Ketua Wantimpres,” ujar Budiman di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (1/3/22), seperti dilansir Sindonews.com.
Menurut bapak satu anak ini, usulan tersebut tidak semata untuk Jokowi saja, melainkan juga dapat menjadi budaya untuk diteruskan dari mantan presiden ke mantan presiden selanjutnya hingga nanti.
“Sebagai orang yang pernah menjabat sebagai presiden selama dua periode, tentu memiliki banyak pengalaman. Dia tahu apa yang sudah selesai dibangun, target yang sudah dicapai, apa yang belum dicapai ini kan pengalaman yang baru, mengurus 270 juta orang ini,” ucap Budiman.
Baca juga : Ancam Gelar Aksi Demo Berjilid-jilid, PA 212: Sampai Yaqut Dipenjara atau Dicopot
“Jadi seharusnya ditanamkan sikap kenegaranawanan presiden yang baru terpilih maupun mantan presiden supaya membantu kontinyuitas itu,” sambung pria berusia 51 tahun ini.
Kemudian ketika ditanya perihal wacana penundaan atau perpanjangan masa jabatan presiden, mantan aktivis ini menyatakan bahwa partainya secara jelas telah menolak hal tersebut. Pasalnya, kata Budiman, wacana itu justru bisa mengabaikan amanat Reformasi.
“Kita tidak ingin hasil dari Reformasi yang sudah diperjuangkan bersama-sama dengan keringat, dengan darah, dengan kebebasan yang terenggut pada 1998 itu, lantas menjadi hilang karena ada pihak-pihak yang hanya sekadar melakukan penghitungan-penghitungan politik elitis saja dan mengorbankan demokrasi,” ungkap Budiman.