Terkait Negosiasi Tarif dengan AS, Pakar: RI Tak Boleh Melunak, Harus Tegas dan Konsisten

TIKTAK.ID – Pakar Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia harus tegas serta konsisten pada kepentingan nasional selama melaksanakan proses negosiasi tarif resiprokal dengan Amerika Serikat (AS).
Reza menyampaikan hal itu untuk menanggapi beragam kritik AS untuk kebijakan ekonomi Indonesia, termasuk penggunaan QRIS, penanganan barang bajakan, hingga transparansi subsidi dalam negeri yang merupakan bentuk tekanan yang berpotensi mengganggu arah kebijakan perdagangan jangka panjang nasional.
“Sikap RI hendaknya terbuka, tegas, tapi juga konsisten dengan semua aturan yang berlaku di tingkat nasional dan internasional,” ujar Reza di Jakarta, pada Selasa, seperti dilansir ANTARA.
Baca juga : Heboh Isu Matahari Kembar, Petinggi Gerindra: Menteri Mau Silaturahmi Tak Perlu Izin Prabowo
Reza menilai ketegasan Indonesia sangat penting untuk menjaga kedaulatan ekonomi nasional di tengah dinamika geopolitik global. Dia menjelaskan, bila Indonesia cenderung melunak terhadap tekanan AS, maka hal itu bisa ditafsirkan secara negatif oleh negara lain, termasuk China, sebagai sikap yang berpotensi merugikan kepentingan ekonomi mereka.
“Oleh sebab itu, dalam berhubungan dengan AS yang berpotensi mengganggu kedaulatan nasional RI, hendaknya Pemerintah RI senantiasa berdialog dengan berbasis data yang sahih, serta terhubung dengan semua aturan hukum nasional dan internasional,” tutur Reza.
Untuk diketahui, dalam dokumen National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025, Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) menyatakan sejumlah hambatan dagang yang diberlakukan Indonesia dianggap tidak transparan dan kurang akomodatif terhadap kepentingan perusahaan-perusahaan AS.
Baca juga : Soal Tuduhan Ijazah Palsu, Jokowi Akan Polisikan 4 Orang
Salah satu sorotan utama USTR yakni sistem pembayaran QRIS yang dinilai tak melibatkan penyedia jasa pembayaran dan bank asing, termasuk asal AS, dalam proses perumusannya.
Namun menurut Reza, penggunaan QRIS bukan keputusan sepihak, melainkan bagian dari kesepakatan lintas negara ASEAN dalam kerangka ASEAN Economic Community (AEC).
“Pemerintah Indonesia tidak dapat memaksa para pelaku ekonominya berpindah dari QRIS. Pasalnya, para pelaku ekonomi tersebut sangat paham atas berbagai mekanisme pembayaran di tingkat internasional. Mengarahkan mereka berpindah dari QRIS berpotensi merusak kenyamanan aktivitas dunia usaha,” jelas Reza.
Baca juga : Dahnil Tegaskan Orang yang Intervensi Prabowo Bakal Jadi Musuh
Reza lantas menyebut upaya mengubah sistem pembayaran yang sudah mapan justru berisiko mengganggu kenyamanan dan efisiensi dunia usaha nasional.