TIKTAK.ID – Menteri Sosial, Tri Rismaharini diketahui telah melakukan blusukan ke penerima program sembako atau BPNT di Kelurahan Sendangharjo Kecamatan Tuban Kota. Ketika itu, Risma kaget karena mendapat pengakuan dari warga bahwa mereka hanya menerima bansos dua bulan, tepatnya Juli sampai Agustus.
Padahal, Kemensos sudah mengucurkan dana program sembako untuk tiga bulan, yaitu Juli, Agustus, September, yang masing masing per bulannya senilai Rp200 ribu.
“Kenapa bansos itu ditahan dan hanya diberikan dua bulan? Ini lembaga hukum sudah mendengar apa yang terjadi di lapangan,” ujar Risma kepada wartawan di lokasi, Sabtu (24/7/21), seperti dilansir detik.com.
Baca juga : Cuma Heboh di Medsos, Seruan Aksi ‘Jokowi End Game’ Tak Terealisasi
Kemudian dengan wajah kecewa dan marah, Risma langsung bertanya kepada Kepala Dinas Sosial Tuban Eko Julianto, mengenai rincian harga barang yang diterima oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
“OK, 30 kilo, 300 ribu, telur berapa, 26 ribu, 326 ribu, tempenya berapa? 9 ribu, lalu sekarang sisanya kemana? Terus saya mau tanya ke mana uang yang satu bulan itu,” ucap mantan Wali Kota Surabaya tersebut.
Lebih lanjut, di hadapan Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky, Risma menegur Eko terkait menahan uang bansos.
Baca juga : Mahfud MD: Pemerintah Tahu, Ada Sekelompok Orang Ingin Manfaatkan Situasi Covid
Sekadar informasi, penerima program sembako di Tuban sendiri ada sebanyak 84 ribu keluarga.
“Itu salah lho Pak, sampeyan nahan bansos lho. Itu kalau jumlahnya satu, tidak apa-apa, hanya 200 ribu. Tapi kalau sekian dibungakno (dibungakan), jadi berapa? Pak Bupati tolong ini disampaikan ke Kepala Dinasnya, aku nggak terima lho,” tegas Risma sambil menunjuk Eko di hadapan warga.
Sementara Eko berdalih bahwa dana program sembako yang satu bulan belum dibagikan karena masih di dalam kartu KPM.
Baca juga : Babak Baru Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Alat Berat DKI Era Ahok
“Masih di dalam kartu, jadi itu kita antisipasi agar tidak dijual,” sergah Eko.
Eko menjelaskan, bansos satu bulan masih belum dibagikan kepada warga karena khawatir jika dicairkan semuanya, maka berasnya akan dijual, sedangkan telur dan tempe bisa rusak.
“Baru kali ini ditransfer tiga bulan, dan kami tahan untuk dua bulan dulu. Setelah itu, pada Agustus kami dorong pencairan satu bulan untuk September, rencana begitu,” ungkap Eko.