TIKTAK.ID – Tidak hanya karena alasan gratis, menonton lewat situs film ilegal seperti IndoXXI cs dianggap lebih menarik. Pasalnya, jadwal tayang film di situs ilegal tak berjarak jauh dari jadwal perilisan film-film tersebut di bioskop.
Belum lama ini, sutradara Joko Anwar membuat utas di akun Twitter-nya untuk mengungkapkan serta mengupas tahap demi tahap bagaimana film-film Indonesia akhirnya tayang di sejumlah layanan streaming resmi.
“Mengapa satu perusahaan film, film-filmnya bisa mencar-mencar? Satu film dirilis di Netflix, satu film dirilis di Goplay, satu film di Vidio, dan lain-lain,” ujar Joko, seperti dilansir Detik.com.
Sutradara film “Pengabdi Setan” dan “Perempuan Tanah Jahanam” tersebut menjelaskan, tiap film berbeda penawaran dan harga yang diajukan video on demand (VOD) streaming.
“Satu film mungkin Vidio nggak mau beli, tetapi Goplay mau beli,” terang Joko.
Ia melanjutkan, setiap platform streaming memberi penawaran harga yang berbeda-beda. Kemudian para perusahaan film pun akan merelakan hak cipta filmnya tayang di sebuah platform berdasarkan penawaran yang tertinggi.
“Tentunya perusahaan film akan menjual ke VOD yang lebih tinggi, agar bisa balik modal. Jadi bukan sengaja bikin hidup penonton susah karena filmnya mencar-mencar di streaming VOD,” kata Joko lagi.
Menurut Joko, tayangnya film di sebuah platform tak hanya memberi keuntungan bagi platform tersebut. Namun, menonton film lewat platform resmi dapat membantu sineas atau film maker di balik sebuah judul film.
“Orang yang subscribe bisa nutup biaya operasional dan biaya produksi kalau mereka juga bikin konten (disebut ‘Original’),” ucapnya.
“Jadi uang yang teman-teman bayar untuk berlangganan VOD seperti iFlix, Viu, Goplay itu, adalah supaya streaming platform tetap bisa beroperasi (karena ada yg udah bangkrut), dan beli film dari perusahaan film biar mereka tetap bisa berproduksi dan menggaji kru serta pemain film. Hal itu langsung,” imbuh Joko.
Joko juga mengingatkan bahwa pembajakan film tak hanya merugikan satu pihak. Pembajakan film bisa berdampak ke hal lain, termasuk kehidupan para kru film di lapangan.
Secara ekonomi, kata Joko, ketersediaan film di situs bajakan atau toko bajakan mengurangi penonton yang membayar. Kemudian keuntungan yang dihasilkan pembajak baik uang langsung maupun karena traffic banyak orang yang mengunjungi situsnya, larinya bukan ke pembuat film, tapi ke pembajak.