
TIKTAK.ID – Ahli Digital Forensik, Ruby Alamsyah mengatakan saat ini internet dianggap dapat mengancam kedaulatan dan keamanan nasional. Hal itu terkait dengan keputusan Pemerintah India memblokir puluhan aplikasi China.
Alasan pemblokiran tersebut lantaran India menilai 59 aplikasi seluler buatan China yang ditengarai mengoleksi, menambang, dan memproses file data masyarakat India secara tidak tepat.
Ruby menyatakan internet juga sudah mulai dianggap dapat mengancam kedaulatan dan keamanan nasional India. Ia menilai aplikasi-aplikasi yang diidentifikasi itu tidak menempatkan data center mereka di India.
Baca juga : Maksimalkan Fungsi LinkedIn untuk Promosi Produk dengan Cara ini
“Mereka mulai mengindetifikasi adanya beberapa aplikasi asing. Dari China sudah didapatkan ada laporan kemungkinan ilegal activity atau pemanfaatan data masyarakat India secara tidak benar, yang menganggu keamanan negara,” ujar Ruby, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Jumat (3/7/20).
Sebelumnya, Pemerintah India memutuskan melarang peredaran 59 aplikasi seluler buatan China, termasuk TikTok dan WeChat di negara mereka pada Senin (29/6/20).
Keputusan tersebut diambil selang beberapa minggu setelah bentrokan di perbatasan Himalaya. Alasannya, karena masalah keamanan dan privasi nasional.
Baca juga : Berdalih Demi Keamanan Negara, India Larang Aplikasi Asal China, Termasuk TikTok
Tidak hanya TikTok dan WeChat, terdapat aplikasi ponsel buatan China lain yang dilarang seperti Mobile Legends, UC Browser, Shareit, dan Clash of Kings.
Diketahui aksi pemblokiran layanan teknologi bukan kali ini saja terjadi. Amerika Serikat juga sempat memberlakukan pembatasan perdagangan perusahaan teknologi AS dengan Huawei sebagai buntut perang dagang.
Sementara itu, pakar keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya mengakui bahwa aplikasi seluler buatan China secara umum mengandung ancaman privasi yang relatif lebih tinggi dibanding aplikasi dari Amerika.
Baca juga : Masker Pintar Buatan Jepang, Bisa Terjemahkan Bahasa Hingga Telepon
“Umumnya, aplikasi China lebih longgar dan agresif dalam mengeksploitasi privasi dibandingkan aplikasi Amerika,” ucap Alfons, Kamis (2/7/20).
Kemudian pengamat TIK dari ICT Institute, Heru Sutadi menjelaskan, sebetulnya di dalam aplikasi bisa saja disematkan sesuatu yang berpotensi untuk mencuri data pengguna, misalnya malware atau ransomware. Menurutnya, hal ini bisa dilakukan oleh aplikator maupun Pemerintah pembuat aplikasi.
Menyoroti dominasi aplikasi seluler buatan China, menurut Heru, Negeri Tirai Bambu itu memang punya regulasi yang ketat terkait aplikasi berbasis perangkat ponsel yang hendak beredar di negaranya.