TIKTAK.ID – Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan menampik soal kriteria atau ciri penceramah radikal yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) beberapa waktu silam.
Amirsyah menyoroti kriteria pertama yang menyebut penceramah radikal adalah yang mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro-ideologi khilafah transnasional.
“Kriteria pertama ini blunder karena tidak memahami ajaran Islam seperti Khilafah,” ujar Amirsyah melalui keterangan resminya, Selasa (8/3/22), seperti dilansir CNN Indonesia.
Baca juga : BNPT Jawab Kritik Sekjen MUI Soal Kriteria Penceramah Radikal
Kemudian Amirsyah menyinggung Ijtima Ulama Komisi Fatwa tahun 2021 yang memberikan rekomendasi kepada masyarakat dan Pemerintah supaya memahami Jihad dan Khilafah tidak dipandang negatif.
Amirsyah menilai forum itu menegaskan nilai-nilai kesungguhan (Jihad) dan kepemimpinan (Khilafah) adalah ajaran Islam untuk mengatasi problem umat dan bangsa.
Lantas Amirsyah membandingkan banyak ajaran yang bertentangan dengan Pancasila, seperti Komunisme tidak pernah dijelaskan negara secara jujur. Dia melanjutkan, begitu pula dengan paham kapitalisme, liberal yang diterapkan saat ini justru menyebabkan ekonomi rakyat terpuruk.
Baca juga : Jokpro Klaim Tolak Tegas Pemilu Ditunda tapi Tetap Ingin Presiden 3 Periode
“Karena tambang dikuasai oleh para oligarki tidak pernah disebut bertentangan dengan Pancasila,” ucap Amirsyah.
Selain itu, Amirsyah mengkritik BNPT yang menyatakan penceramah radikal mengajarkan paham Takfiri atau kerap mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama. Dia pun berharap BNPT tidak salah paham mengenai paham dalam Islam.
Amirsyah menjelaskan, semua yang beragama lain atau non Islam disebut kafir. Istilah bila memerangi umat Islam disebut kafir harbi, dan bila berdampingan hidup damai dengan umat Islam disebut kafir dzimmi.
Baca juga : KSP Bantah Cantumkan UAS dan Felix Siauw dalam Daftar Penceramah Radikal
“Selama ini tidak ada masalah karena secara internum untuk umat Islam. Contoh keyakinan yang menyimpang dari akidah Islam yakni penganut Ahmadiyah, memang terkategori kafir karena telah mengimani ada Nabi lagi setelah Muhammad saw dan mengimani kitab lain setelah Alquran,” ungkap Amirsyah.
Lebih lanjut, Amirsyah mengkritisi kriteria penceramah radikal memiliki sikap anti pemimpin atau Pemerintah yang sah dengan sikap membenci dengan menyebar hoaks dan fitnah. Dia pun menyarankan para pendengung atau buzzer yang menyebarluaskan fitnah, adu domba, juga harus diberikan sanksi tegas oleh Pemerintah.