TIKTAK.ID – Sejumlah anggota Komisi III DPR RI mencecar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly. Mereka menyorot penangkapan kembali serta pemindahan terpidana kasus penganiayaan anak, Bahar bin Smith ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Batu Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman mempertanyakan alasan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkumham menangkap kembali Bahar. Padahal Ditjen PAS telah memberikan program asimilasi beberapa hari sebelumnya.
Habiburokhman menyebut ceramah yang disampaikan Bahar setelah mendapatkan program asimilasi masih dalam bagian kritik. Ia menyatakan sebagai anggota DPR, dirinya menilai masih bisa menerima kritik Bahar tersebut.
Baca juga : Tak Percaya Elektabilitas Anies Baswedan Turun, PKS: Hasil Surveinya Agak Aneh!
“Kalau pidato Bahar, saya juga mengikuti, dan saya pikir itu masih dalam kritikan. Kami DPR juga termasuk bagian yang dikritik, tapi masih bisa terima kritikan tersebut,” ujar Habiburokhman dalam Rapat Kerja dengan Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (22/6/20).
“Kami disebut pejabat Negara yang tidak berkorban untuk rakyat, tapi mengorbankan rakyat. Tapi menurut kami, itu masukan supaya bisa lebih banyak bekerja untuk rakyat,” lanjutnya.
Selain itu, Habiburokhman mengkritik dalih Ditjen PAS Kemenkumham yang menyatakan Bahar melanggar aturan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memutus rantai penyebaran virus Corona (Covid-19). Perlu diketahui, usai bebas dari penjara, Bahar menggelar acara ceramah dengan mengumpulkan banyak orang.
Baca juga : Tanggal 21 Juni, Wafat Bung Karno dan Ulang Tahun Jokowi, Inikah Alasan Jokowi Tak Pernah Rayakan Ultah?
“Kalau memang PSBB yang dipersoalkan, banyak sekali yang melanggar PSBB tapi cuma dapat peringatan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Habiburokhman mempersoalkan langkah pemotongan rambut yang dilakukan terhadap Bahar usai menghuni Lapas Nusakambangan. Ia berpendapat hal itu harus dievaluasi bila sudah menjadi Standar Operasional Prosedur (SOP) terhadap setiap narapidana yang baru masuk di Lapas Nusakambangan.
Pasalnya, kata Habiburokhman, pemotongan rambut terhadap narapidana mengingatkannya pada kisah pahit di masa lalu. Menurutnya, hal itu pernah dialami oleh Presiden pertama Indonesia Sukarno serta era Orde Baru (Orba).
“Ketika Bung Karno masuk [Lapas] Sukamiskin, dalam tulisannya, dikatakan saya dihinakan dengan digunduli. Saya juga ingat saat zaman Orba kalau ada kriminal ditangkap digunduli. Saya pikir hal itu tidak ada relevansi dengan identifikasi karena banyak cara lain,” tutur Habiburokhman.