
TIKTAK.ID – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, diketahui mempersilakan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk turun gunung. Akan tetapi, kata Hasto, dengan catatan tidak memfitnah Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hasto menyampaikan hal itu untuk menanggapi SBY yang akan turun gunung dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Alasan SBY turun gunung lantaran dirinya menganggap ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil (Jurdil).
“Setahu saya, Beliau tak pernah lagi naik gunung, jadi turun gunungnya Pak SBY sudah lama dan berulang kali. Monggo turun gunung, tapi kalau turun gunungnya itu mau menyebarkan fitnah kepada Pak Jokowi, maka PDI Perjuangan akan naik gunung supaya dapat melihat dengan jelas apa yang akan dilakukan oleh Pak SBY. Sebab, informasi yang diterima oleh Pak SBY sangat tidak tepat. Jadi hati-hati jika ingin mengganggu Pak Jokowi,” ungkap Hasto, Sabtu (17/9/22), seperti dilansir Sindonews.com.
Baca juga : Saat Masalah Kejiwaan Ferdy Sambo Dipertanyakan
Menurut Hasto, pada Pemerintah SBY justru terjadi puncak kecurangan pemilu. Dia mengklaim ketika itu terjadi kecurangan dan manipulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT).
“Mohon maaf, Pak SBY tidak bijak, karena dalam catatan, kualitas Pemilu 2009 justru menjadi puncak kecurangan yang terjadi dalam sejarah demokrasi, dan Pak SBY yang bertanggung jawab. Pada zaman Pak Harto saja tidak ada manipulasi DPT, tapi di zaman Pak SBY manipulasi DPT bersifat massif,” tutur Hasto.
Hasto mengaku salah satu bukti kecurangan Pemilu pada era SBY ada di Pacitan. Kemudian dia menyebut Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati, yang seharusnya menjadi wasit dalam Pemilu, ternyata direkrut menjadi pengurus teras Partai Demokrat.
Baca juga : Kritik Pemerintahan Jokowi Soal BLT, AHY: Dulu Dihina-hina
“Di luar itu, data-data hasil Pemilu dimusnahkan, dan berbagai bentuk tim senyap dibentuk. Selain itu, menurut penelitian, SBY memakai dana hasil kenaikan BBM untuk kepentingan elektoral. Pada saat bersamaan juga terjadi politisasi hukum terhadap lawan politik Pak SBY,” terang Hasto.
Hasto menilai dampak lebih lanjutnya, rezim SBY mendorong liberalisasi politik lewat sistem Pemilu daftar terbuka.
“Puncak liberalisasi politik dan liberalisasi di sektor pertanian, terjadi di zaman Pak SBY. Dengan berbagai manipulasi itu, Partai Demokrat mengalami kenaikan 300%. Setelah Pak SBY tidak berkuasa, terbukti hal-hal yang sifatnya ‘bubble’ mengempes atau pecah sendiri, karena cara menggelembungkannya bersifat instan,” tegas Hasto.