TIKTAK.ID – Rencana aturan baru di Prancis yang dirancang setelah peristiwa pemenggalan mengerikan terhadap seorang guru sejarah pada bulan lalu dikhawatirkan akan menjadi kejahatan yang dapat mengintimidasi pegawai negeri atas dasar agama.
Bagian legislatif, yang dilihat oleh kantor berita AFP pada Rabu kemarin dan akan dipresentasikan di hadapan Kabinet pada 9 Desember, juga menyatakan suatu pelanggaran terhadap penyebaran informasi pribadi seseorang yang memungkinkan mereka untuk diidentifikasi atau ditemukan oleh orang yang ingin menyakiti mereka.
Pemerintah Presiden Emmanuel Macron telah menekan apa yang disebutnya sebagai “Islam radikal” setelah pembunuhan Samuel Paty, yang menjadi sasaran kampanye kotor di media sosial dengan kejam karena menunjukkan kartun yang menghina Nabi Muhammad kepada siswanya di kelas kebebasan berbicara.
Nama Paty dibagikan secara online oleh ayah salah satu siswanya, yang melabeli guru itu sebagai “preman” dalam sebuah video yang menyerukan pemecatannya karena telah menunjukkan kartun tersebut.
RUU yang dirancang oleh Menteri Dalam Negeri, Gerald Darmanin dan Menteri Kehakiman, Eric Dupond-Moretti mengatur agar setiap anak diberi nomor identitas yang akan digunakan untuk memastikan mereka pergi ke sekolah.
“Kita harus menyelamatkan anak-anak kita dari cengkeraman para Islamis,” kata Darmanin kepada surat kabar Le Figaro pada Rabu kemarin.
RUU tersebut juga akan menindak ujaran kebencian online yang sempat menimpa Paty dengan mengizinkan tersangka diadili dengan cepat.
“Undang-undang ini, ‘membebaskan guru saya, membebaskan nilai-nilai Republik’,” kata Dupond-Moretti kepada radio RTL.
Tetapi aktivis HAM dan sipil Prancis, Yasser Louati mengatakan bahwa dia meragukan rancangan undang-undang itu akan melindungi warga negara, sebaliknya undang-undang itu lebih tentang melindungi pembuat kebijakan dari kritik dan mobilisasi online terhadap kebijakan mereka.
Louati mengatakan, menghadirkan undang-undang baru bukanlah solusi, mengingat undang-undang untuk menangani pelecehan online dan ujaran kebencian sudah ada.
“Masalah dengan Emmanuel Macron adalah setiap kali ada masalah sosial, mereka membuat undang-undang baru,” kata Louati kepada Al Jazeera.
“Saya ragu mereka akan menerapkannya untuk melindungi warga negara biasa, apalagi Muslim biasa, atau wanita Muslim yang dilecehkan secara online.”
Setelah beberapa serangan, Prancis juga mulai menutup masjid dan menindak organisasi yang diduga menyebarkan kebencian. Namun, ada kekhawatiran hukuman kolektif dan meningkatnya Islamofobia.