TIKTAK.ID – Rusia pada Minggu (27/2/22) mengatakan bahwa, setelah berulang kali menawarkan pembicaraan, pada akhirnya Ukraina setuju untuk mengirim tim negosiasi ke Belarus untuk melakukan pembicaraan guna mengakhiri aksi militer Rusia di negara itu.
Kiev “mengonfirmasi” pembicaraan yang direncanakan di Wilayah Gomel, yang dekat dengan perbatasan Rusia dan Ukraina, kata Kepala Negosiator Rusia Vladimir Medinsky kepada wartawan, seperti yang dilaporkan RT.
Medinsky, seorang pembantu Presiden Vladimir Putin dan mantan Menteri Kebudayaan, menambahkan bahwa para pihak sekarang sedang membahas soal logistik dan lokasi yang tepat dari KTT, dengan “keamanan maksimum” untuk Ukraina.
“Kami jamin rute perjalanan 100 persen aman. Kami akan menunggu delegasi Ukraina,” kata Kepala Negosiator Rusia.
Tim Rusia tiba di Gomel pada Minggu, dikatakan bahwa pembicaraan direncanakan dengan pihak Ukraina. Kiev kemudian mengatakan ingin bernegosiasi di “wilayah netral”.
Sebelumnya pembicaraan diusulkan dilakukan di Belarusia, namun ditolak Ukraina dengan alasan bahwa pasukan Rusia menggunakan wilayah Belarusia untuk melancarkan serangan ke Ukraina. Minsk, bagaimanapun, membantah bahwa pasukannya terlibat dalam operasi Rusia.
Rusia awalnya mengatakan tim mereka akan tinggal di Belarus hingga pukul 3 sore waktu setempat. Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berbicara dengan mitranya dari Belarusia, Alexander Lukashenko melalui telepon, meminta untuk memindahkan tenggat waktu, menurut Jubir Lukashenko, Natalia Eismont. Dia mengatakan pemimpin Belarusia kemudian berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang setuju untuk memindahkan negosiasi yang direncanakan ke lain waktu.
Kantor Zelensky kemudian mengonfirmasi panggilan tersebut dengan Lukashenko. Pernyataan itu mengatakan keduanya sepakat bahwa “delegasi Ukraina akan bertemu dengan Rusia tanpa prasyarat di perbatasan Ukraina-Belarusia, dekat Sungai Pripyat”.
Moskow melancarkan “operasi khusus” ke negara tetangganya minggu ini, dengan alasan bahwa mereka membela Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Luhansk (LPR), yang memisahkan diri dari bagian timur Ukraina tak lama setelah kudeta 2014 di Kiev.
Beberapa minggu sebelumnya Ukraina gencar membombardir dua wilayah DPR dan LPR, yang membuat dua wilayah itu meminta bantuan ke Rusia. Presiden Rusia, Vladimir Putin menjawab permintaan mereka dengan melancarkan “operasi khusus”.
Ukraina bagaimanapun menentang “operasi khusus” Rusia dan menyebut langkah itu sebagai tindakan agresi yang tidak beralasan.