TIKTAK.ID – Ukraina dilaporkan menembakkan rudal Tochka-U ke wilayah Donetsk yang jatuh di dekat Gedung Pemerintah di pusat kota. Akibatnya, 20 orang warga sipil tewas, menurut data awal laporan tersebut.
Jubir Kementerian Pertahanan Rusia, Igor Konashenkov, pada Senin (14/3/22) mengatakan bahwa penembakan Ukraina ke Donetsk menggunakan bom curah menunjukkan bahwa tugas Angkatan Bersenjata Ukrania adalah membunuh sebanyak mungkin warga sipil, seperti yang dilansir Sputnik.
Keputusan untuk menggunakan senjata rudal jenis ini dibuat, setidaknya, oleh Komando Unit Ukraina setelah disetujui oleh pimpinan pasukan Ukraina di Kiev, tambahnya.
Kepala Republik Rakyat Donetsk (DPR), Denis Pushilin mengatakan bahwa ada korban anak-anak di antara mereka yang tewas, setelah pasukan Ukraina menyerang Donetsk menggunakan rudal Tochka-U.
“Orang-orang hanya mengantre, di halte. Dua puluh orang, menurut data awal, tewas, 9 lainnya luka-luka. Ada anak-anak di antara yang tewas,” kata Pushilin.
Pushilin menekankan bahwa jika Tochka-U telah mengenai targetnya, maka akan mengakibatkan kehancuran dalam radius sekitar 500 meter.
“Secara umum, tidak ada makhluk hidup yang tersisa. Ini mengerikan, tetapi ini adalah Ukraina hari ini, dan sesuatu yang harus kita tangani, dan semakin cepat ini terjadi, semakin sedikit korban dan semakin sedikit kehancuran, tentu saja,” kata Kepala DPR menambahkan.
Rudal Tochka-U yang digunakan untuk menyerang kota Donetsk berisi munisi tandan yang dilarang, tambah Denis Pushilin.
“Klarifikasi kecil: Tochka-U membawa munisi tandan, yang dilarang, seperti yang kita ketahui. Jika tidak ditembak jatuh, akan ada lebih banyak korban yang tidak proporsional,” kata Pushilin.
Kementerian Kesehatan Republik Rakyat Donetsk melaporkan bahwa dua puluh tiga orang termasuk satu anak terluka akibat serangan Ukraina tersebut.
Pada 24 Februari, Rusia melancarkan operasi militer di Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut tujuannya “melindungi orang-orang yang telah menjadi sasaran intimidasi dan genosida oleh rezim Kiev selama delapan tahun”. Untuk itu, menurutnya, operasi militer itu dilancarkan untuk melakukan “demiliterisasi dan de-Nazifikasi Ukraina”, untuk mengadili semua penjahat perang yang bertanggung jawab atas “kejahatan berdarah terhadap warga sipil” di Donbass.
Sebelumnya, pada 21 Februari, Rusia mengakui Republik-republik tersebut sebagai negara berdaulat dan menjalin hubungan diplomatik dengan DPR dan LPR pada hari yang sama.