TIKTAK.ID – Diketahui aktor Reza Rahadian dipanggil oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Jakarta, Selasa (7/7/20). Reza pun menjelaskan alasan pertemuannya dengan Ida, karena banyak hal yang harus dipikirkan terkait kondisi dan hak para pekerja film.
“Salah satunya, produser memiliki tanggung jawab untuk menaikkan standar keamanan, kesehatan, dan kesejahteraan kru film. Hal ini juga berkaitan dengan bujet produksi,” terang bintang film “Habibie & Ainun” serta “My Stupid Boss” itu, seperti dilansir Liputan6.com.
Oleh karena itu, Reza mengatakan para produser mesti diundang duduk bareng untuk melakukan mediasi. Menurutnya, mediasi ini bukan dalam konteks mempertemukan pihak yang berkonflik, melainkan mencari solusi terbaik untuk menyejahterakan kru film.
Reza menilai masih banyak aspek yang mesti dibahas. Di antaranya, kata Reza, meningkatkan kesejahteraan kerja kru film berarti menambah biaya produksi per proyek layar lebar.
“Ketika kewajiban produser untuk kru film meningkat, apakah misalnya ada keringanan berupa pajak tontonan? Di sini negara harus hadir, belum lagi ternyata pajak tontonan itu otoritas Pemerintah Daerah karena terkait dengan pendapatan daerah,” tutur pria berusia 33 tahun tersebut.
Reza mengaku ketika bertemu Ida, ia memanfaatkan momen itu untuk curhat banyak hal, termasuk susahnya pekerja film meneken Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan bank. Hal itu disebabkan selama ini pekerja seni dianggap tak punya penghasilan tetap, padahal pajak yang mereka bayar sama dengan profesi lain.
“Ketika seorang kru mau mengambil KPR, bagaimana kebijakan negara menengahi ini? Bank sendiri tak bisa disalahkan karena mereka hanya menerapkan kebijakan yang ada,” ungkap pemain film “Perempuan Berkalung Sorban” itu.
Sebelumnya, Reza dan sejumlah seniman menghadiri peluncuran Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Perfilman. Dalam acara itu, Ida Fauziyah menjelaskan tiga peran strategis SKKNI Perfilman.
Peran strategis itu yakni memberi arah yang jelas dalam perancangan program Diklat berbasis kompetensi. Kemudian memberi acuan dan ukuran jelas, dalam penyusunan materi serta metode uji kompetensi. Dan terakhir, memberi acuan untuk membangun kerja sama saling pengakuan sertifikasi kompetensi kerja dengan negara lain.
“Tujuannya, agar industri perfilman kembali bangkit dan melesat, sehingga dapat berkontribusi bagi penyerapan pengangguran,” ucap Ida.