Rapor Kinerja Sektor Manufaktur Era Jokowi dan SBY Versi INDEF
TIKTAK.ID – Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Berly Martawardaya menyatakan bahwa kinerja sektor manufaktur Indonesia menurun signifikan sejak pandemi Covid-19.
Berly memaparkan, bila mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi sektor manufaktur terhadap PDB turun menjadi 18,25 persen pada kuartal II/2023. Dia pun menilai jika dibandingkan dengan negara lain seperti China, Thailand, bahkan Afrika Selatan, penurunan sektor manufaktur Indonesia terjadi sangat cepat.
“Menurut data BPS terakhir, bahkan turun lagi menjadi 18,25 persen, jadi semakin turun,” ujar Berly dalam diskusi Kajian Tengah Tahun INDEF, di Jakarta, Selasa (8/8/23), seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Baca juga : Cucu-Cicit Bung Karno Kompak Dirikan Kelompok Relawan untuk Dukung Ganjar Pranowo
Berly menyebut sektor industri dalam perekonomian sangat signifikan, lantaran bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja yang tingkat pendidikannya lebih rendah (SD hingga SMA). Dia menganggap serapan tenaga kerja tersebut mampu menekan tingkat kemiskinan dan kesenjangan di masyarakat.
Lebih lanjut, Berly membandingkan kinerja manufaktur era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia menyebut di era SBY, untuk periode 2004 hingga 2009, pertumbuhan PDB industri pengolahan nonmigas tercatat tumbuh sebesar 5,10 persen.
Berly menyatakan kinerja itu meningkat pada periode kedua masa kepemimpinannya (2009-2014) sebesar 6,10 persen. Adapun proporsi ekspor industri pengolahan pada era SBY tercatat sebesar 43,70 persen pada periode pertama dan 36,80 persen pada periode kedua.
Baca juga : Giring CS Dinilai Main Mata dengan Prabowo, Sekjen Ganjarian Spartan Pilih Hengkang dari PSI
Sedangkan pada era Jokowi, pertumbuhan PDB industri pengolahan nonmigas hanya tumbuh 4,7 persen pada periode pertama (2014-2019), lalu melambat menjadi hanya 2,10 persen pada periode kedua (data 2019 hingga 2022).
Berly menjelaskan bahwa proporsi ekspor industri pengolahan di era mantan wali kota Solo itu justru tercatat lebih tinggi, yakni mencapai 44,40 persen pada periode pertama dan 45,80 persen pada periode kedua. Dia mengeklaim perlambatan yang tajam pada periode kedua Jokowi tersebut memang turut dipengaruhi oleh pandemi Covid-19.
“Jadi pertumbuhannya (di era Jokowi) turun. Namun proporsi ekspornya cenderung meningkat,” tutur Berly.
Baca juga : Heboh Harun Masiku di Indonesia, Novel Baswedan: KPK Tak Akan Tangkap
Selain itu, kata Berly, berdasarkan data investasi, rata-rata investasi langsung industri pengolahan di era Jokowi tercatat lebih tinggi, yakni pada periode pertama mencapai US$8,42 miliar dan periode kedua sudah mencapai US$7,42 miliar. Sementara di era SBY, rata-rata investasi langsung industri pengolahan hanya sebesar US$2,65 miliar pada periode pertamanya dan US$7,62 untuk periode kedua.