
TIKTAK.ID – Ribuan orang turun ke jalan di Myanmar pada Sabtu (6/2/21) mengecam kudeta yang dilancarkan militer pada minggu ini. Mereka juga menuntut pembebasan pemimpin Aung San Suu Kyi. Protes terus dilancarkan meski militer memblokade jaringan internet.
Banyak di antara demonstran yang mengenakan pakaian merah, yaitu simbol warna Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai yang membawa Suu Kyi menang telak pada pemilihan 8 November lalu. Namun, para jenderal menolak mengakui kemenangan Suu Kyi dan mengklaim terjadi kecurangan, seperti yang dilaporkan Reuters.
Ribuan orang berbaris di Balai Kota Yangon. Pengemudi kendaraan yang melintasi jalan itu membunyikan klakson dan mencondongkan tubuhnya keluar dari mobil dan memberikan salam hormat tiga jari, sebuah gerakan yang langsung dibalas dengan salam yang sama oleh pengunjuk rasa.
Salam tiga jari merupakan salam khas yang digunakan dalam buku dan film “Hunger Games”. Salam itu menjadi simbol pemberontakan terhadap pemerintahan yang totaliter dan dilindungi oleh militer yang kuat.
Salam ini juga digunakan oleh para demonstran Thailand untuk melawan pemerintahan ditaktor di negara itu.
Denga luapan penuh kemarahan, pengunjuk rasa di kota terbesar negara itu, Yangon, meneriakkan, “Diktator militer, gagal, gagal; Demokrasi, menang, menang” dan menggelar spanduk bertuliskan “Melawan Kediktatoran Militer”.
Sejumlah masyarakat memberi mereka makanan dan air minum.
Ketika malam tiba, sebagian besar pengunjuk rasa membubarkan diri. Namun, pada malam kelima demonstrasi, hiruk-pikuk muncul dalam kegelapan ketika para penduduk memukul-mukul panci, wajan, dan drum untuk menunjukkan perlawanan bahkan ketika mereka harus hidup dalam gelap karena pemadaman listrik di banyak distrik di kota.
Ribuan lainnya turun ke jalan di kota kedua Myanmar, Mandalay, dan Ibu Kota militernya Naypyidaw, rumah bagi pegawai Pemerintah negara itu, dan tempat para demonstran meneriakkan slogan anti-kudeta dan menyerukan pembebasan Suu Kyi.
Kelompok pemantau NetBlocks Internet Observatory melaporkan “pemadaman internet skala nasional”, mengatakan aktivitas di Twitter telah turun hingga 16% dari tingkat biasanya.
Kudeta militer terjadi di Myanmar pada Senin (1/2/21), setelah Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hliang merebut kekuasaan dan menuduh terjadi kecurangan pada pemilihan 8 November lalu yang memenangkan Suu Kyi.
Komisi pemilihan menepis tuduhan tentara.
Pemerintah militer kemudian mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun dan berjanji akan menyerahkan kekuasaan setelah dilakukan pemilihan yang baru, tanpa memberikan kerangka waktu, kapan tepatnya pemilihan itu akan dilakukan.