
TIKTAK.ID – Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyatakan bakal surati Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal tersebut ditempuh menanggapi keprihatinan terhadap kemelut 75 pegawai KPK yang dianggap berstatus Tidak Memenuhi Syarat (TMS) mengacu hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
“Kami sangat prihatin dengan upaya-upaya pelemahan KPK yang terjadi selama ini, terutama yang memuncak dengan pelabelan intoleran dan radikalisme terhadap 75 pegawai KPK melalui mekanisme Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) belakangan ini,” kata Ketua PGI, Gomar Gultom di Jakarta, sebagaimana dilansir Republika, Jumat (28/5/21).
Gultom menyatakan, pengiriman surat itu ditempuh supaya Presiden Jokowi secepatnya bertindak menyelamatkan KPK dari pelemahan yang terjadi.
Bagi Gultom, terdepaknya 75 pegawai yang selama ini berkinerja baik dan berintegritas dikhawatirkan bakal menjadikan sejumlah penyidik lain gentar dalam menjalankan tugas secara profesional di masa mendatang.
“Mereka karena khawatir mereka di-TWK-kan dengan label radikal. Dan kita semakin khawatir, lantaran mereka yang dipinggirkan ini banyak di antara mereka yang tengah menangani kasus-kasus korupsi yang sangat signifikan,” jelasnya.
Sebagaimana sebelumnya, hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang diikuti 1.351 pegawai KPK itu berhasil mendapati 75 pegawai di antaranya penyidik senior, Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono serta Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka disebut Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Selanjutnya, hasil koordinasi KPK, BKN, Kemenpan RB, Kemenkumham, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) mengerucutkan bahwa 51 dari 75 pegawai itu dinyatakan tidak lulus sedangkan 24 pegawai lainnya bisa dibina lebih lanjut sebelum diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
BKN menyatakan pemberhentian terhadap 51 pegawai KPK itu tak merugikan mereka. Sehingga, pemberhentian tersebut tak mengabaikan arahan presiden yang meminta alih status menjadi ASN tak boleh merugikan pegawai.
“Tak merugikan pegawai, dapat saja dia memperoleh hak sebagai pegawai saat dia diberhentikan. Dan, itu tak bakal langsung diberhentikan lantaran mereka sebagai pegawai KPK memiliki kontrak kerja,” terang Kepala BKN, Bima Haria Wibisana.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyebutkan bahwa 24 pegawai lainnya tersebut bakal menjalani pendidikan dan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan. Dia menyatakan, mereka juga diharuskan menandatangani kesediaan guna mengikuti pendidikan dan pelatihan sebelum mengikuti pembinaan.
“Pada saat selesai pendidikan dan pelatihan wawasan kebangsaan dan bela negara. Jika kemudian yang bersangkutan itu tak lolos yang bersangkutan juga tak dapat diangkat menjadi ASN,” sebutnya.