
TIKTAK.ID – Presiden Haiti, Jovenel Moïse, tewas di rumahnya dalam sebuah serangan terkoordinasi oleh kelompok yang sangat terlatih dan bersenjata lengkap, pada Rabu pagi (7/7/21), begitu kata Perdana Menteri sementara, Cloude Joseph.
Dilansir The Associated Press, serangan mengejutkan tersebut juga mengakibatkan istrinya Martine terluka dan terpaksa harus mendapat perawatan di rumah sakit.
“Haiti telah kehilangan seorang negarawan sejati,” kata Joseph. “Kami akan memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas tindakan keji ini segera dibawa ke pengadilan.”
Moïse adalah mantan produsen pisang dan orang baru di bidang politik. Ia telah memerintah Haiti selama lebih dari empat tahun ketika negara itu semakin tidak stabil di bawah pengawasannya.
Ia adalah seorang yang lembut, tak seperti politisi kebanyakan, terutama jika dibandingkan dengan Martelly, seorang politisi yang bombastis, seorang musisi dan penghibur. Meski tak bisa dibilang miskin, Moïse jauh dari kalangan elite. Ayahnya adalah seorang petani kecil dan pengusaha. Sementara Ibunya membantu menjual hasil panen mereka dan bekerja sebagai penjahit.
“Saya berasal dari pedesaan; Saya bukan dari Port-au-Prince,” katanya tajam saat berkunjung ke Florida Selatan untuk bertemu dengan diaspora Haiti pada awal pencalonannya sebagai presiden.
Moise memenangkan pemilihan presiden 2015, tetapi hasilnya dianulir menyusul tuduhan kecurangan, yang mengarah ke periode limbo politik, termasuk penunjukan presiden sementara. Moise kemudian memenangkan pemilihan November 2016, meskipun dengan jumlah pemilih yang hanya 21 persen.
Dia mulai menjabat sebagai presiden pada Februari 2017. Ia berjanji untuk memperkuat institusi, memerangi korupsi dan membawa lebih banyak investasi dan pekerjaan ke negara termiskin di belahan bumi Barat itu.
“Sangat penting untuk mengubah gaya hidup orang-orang ini,” katanya tentang banyak orang Haiti yang miskin di daerah pedesaan.
Dia sering berbicara tentang keinginannya untuk meningkatkan nasib banyak petani kecil dan subsisten di Haiti dengan meningkatkan akses mereka ke air untuk irigasi dan infrastruktur lainnya.
“Kami memiliki banyak lahan kosong, sungai-sungai yang langsung menuju laut. Kami memiliki matahari, dan orang-orang,” katanya pada satu waktu. “Jika Anda menggabungkan keempat hal ini —tanah, sungai, orang-orang, dan matahari— Anda akan memiliki negara yang kaya. Inilah mengapa saya terjun ke dunia politik.”
Tetapi pemerintahannya segera diganggu oleh protes besar-besaran, dan para kritikus menuduhnya semakin otoriter.
Ketidakstabilan politik dan ekonomi di negara itu semakin parah dalam beberapa bulan terakhir, dengan semakin meluasnya demonstrasi yang melumpuhkan negara berpenduduk lebih dari 11 juta orang itu. Geng di Ibu Kota Port-au-Prince tumbuh lebih kuat, dengan lebih dari 14.700 orang diusir dari rumah mereka bulan lalu saat geng itu membakar rumah dan menggeledahnya.
Selain itu, 15 orang tewas dalam penembakan pada 29 Juni di Ibu Kota, termasuk seorang jurnalis dan aktivis politik terkenal. Para pejabat menyalahkan sekelompok petugas polisi nakal tetapi belum memberikan bukti apa pun.
Moïse meninggalkan seorang istri dan tiga anaknya.