
TIKTAK.ID – Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin memprediksi bahwa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang akan diikuti oleh empat pasangan calon (Paslon) dan dipastikan tanpa calon incumbent.
“Sebab, syaratnya 20% maka kemungkinan maksimal pasangan 4 pasang paslon. Karena tidak ada incumbent, jadi para capres dan cawapres yang saat ini sudah bergerilya akan maju dan bertarung di Pilpres 2024,” ujar Ujang, Jumat (7/5/21), seperti dilansir Sindonews.com.
Ujang mengatakan tidak adanya incumbent itu menjadi kunci, karena siapa pun memungkinkan menang, asal mempunyai popularitas dan elektabilitas yang tinggi. Meski begitu, ia menilai soal simulasinya siapa saja yang akan berpasangan, masih cukup dinamis karena semua masih tebar pesona ke rakyat.
“Simulasi tersebut dapat kelihatan jika popularitas dan elektabilitas para capres dan cawapres sudah tinggi,” terang analis politik asal Universitas Al Azhar Indonesia tersebut.
Menurut Ujang, berpasangan itu harus rasional dan berpotensi menang, sehingga masing-masing tokoh secara personal masih melakukan strategi politik yang efektif.
“Jadi saya masih belum bisa melihat simulasi calon dengan pas, karena mereka masih jalan untuk menaikkan popularitas dan elektabilitasnya,” ucap Ujang.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Studies (Indostrategic), Khoirul Umam menduga Pilpres 2024 akan diikuti 3 sampai 4 pasang calon (Paslon). Ia berpendapat, jika diikuti 3 paslon maka simulasi pertama muncul pasangan Prabowo Subianto-Puan Maharani.
“Prabowo-Puan, sebagai hasil perkawinan politik antara PDIP dengan Gerindra. Pengalaman 10 tahun bisa memberikan kesempatan pada Jokowi sebagai figur di luar trah Soekarno dirasa sudah cukup bagi PDIP,” tutur Umam, Kamis (6/5/21).
Umam menyatakan Prabowo-Puan berpotensi memupus peluang Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Pasalnya, kata Umam, tidak mudah bagi Ganjar untuk mendapatkan restu Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri untuk maju lewat partai itu, karena arus politik yang tercipta sudah tidak sekuat Jokowi dulu.
“Maka sebagai kompensasi, Prabowo-Puan menjadi pilihan rasional, dengan paket kursi Kabinet lebih banyak bagi PDIP saat di Pemerintahan,” jelasnya.