
TIKTAK.ID – Anggota Komisi Energi DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto mengusulkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dipecat dari jabatannya sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero). Mulyanto menyarankan pemecatan Ahok setelah perusahaan plat merah tersebut rugi hingga US$ 767,9 juta atau sekitar Rp11 triliun sepanjang semester I 2020.
“Jika memang dia tidak mampu, maka pecat saja,” ujar politikus dari Daerah Pemilikan Banten III tersebut dalam laman pribadinya, pakmul.id, seperti dilansir Tempo.co, Selasa (25/8/20).
Perlu diketahui, kabar mengenai kerugian itu tertuang dalam laporan keuangan yang diunggah di laman resmi Pertamina. Hal itu berbanding terbalik dengan semester I 2019, yang mencatatkan laba US$ 659,9 juta.
Baca juga : Prabowo Jalin Kesepakatan dengan Komjen Pol Boy Raffi, Soal Apa?
“Waktu itu Ahok sempat bilang, merem saja Pertamina sudah untung, asalkan diawasi. Nah, sekarang Pertamina rugi, artinya apa? Apa Ahok tidak mengawasi? Karena nyatanya Pertamina bisa rugi,” lanjut Mulyanto.
Mulyanto mengatakan secara teori, Pertamina seharusnya mendulang untung pada semester I 2020 ini. Pasalnya, ia menjelaskan saat ini harga minyak dunia sedang anjlok ke angka yang paling rendah sepanjang sejarah, dan Pertamina juga tidak menurunkan harga BBM sedikit pun.
Oleh sebab itu, Mulyanto menduga ada faktor nonteknis yang menyebabkan Pertamina mengalami rugi yang begitu besar. Ia pun meminta peran pengawasan Komisaris Utama lebih ditingkatkan.
Baca juga : Amien Rais Siapkan ‘PAN-Perjuangan’, Target Launching Akhir 2020
Selain itu, Mulyanto juga mengimbau Pemerintah tidak sungkan untuk mengevaluasi kerja Ahok. Ia menilai jika memang Ahok tidak mampu, maka ia meminta Pemerintah menggantinya dengan figur profesional yang memahami kerja dunia perminyakan.
“Pertamina membutuhkan gagasan besar, bukan omong besar,” tegasnya.
Di sisi lain, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menyebut perusahaannya mengalami triple shock selama semester I 2020. Ia menjelaskan, ketiganya yakni penurunan harga minyak mentah dunia, penurunan konsumsi BBM di dalam negeri, serta pergerakan nilai tukar dollar yang menyebabkan selisih kurs yang cukup signifikan.
Baca juga : Pemerintah Dituntut Transparan dan Buka Data Influencer yang Bantu Pencitraan
Namun ia mengklaim Pertamina tetap optimistis sampai akhir tahun akan ada pergerakan positif. Hal itu karena harga minyak dunia perlahan sudah mulai naik dan konsumsi BBM semakin meningkat.
“Maka diproyeksikan laba juga akan positif,” terangnya.