
TIKTAK.ID – Pada tahun lalu, Twitter sudah menguji coba fitur Birdwatch secara terbatas di Amerika Serikat. Saat ini Twitter mulai memperluas uji coba tersebut, guna memerangi misinformasi dan informasi yang menyesatkan.
Birdwatch sendiri adalah fitur baru Twitter, yang pengguna dapat memberikan konteks tambahan ke sebuah cuitan yang dianggap menyesatkan atau berisi misinformasi.
Sebelumnya, fitur Birdwatch tengah dalam tahap uji coba pilot yang melibatkan sebanyak 10.000 pengguna, dan catatan tambahan yang diberikan kontributor hanya bisa diakses melalui halaman Birdwatch.
Namun saat ini sejumlah kecil pengguna di AS bakal bisa melihat langsung catatan Birdwatch di bawah cuitan. Selain itu, pengguna Twitter pun dapat menilai catatan untuk memberikan masukan tambahan.
“Kami melihat mayoritas orang yang disurvei berpendapat catatan Birdwatch bermanfaat,” ungkap Vice President of Product Twitter, Keith Coleman dalam press briefing virtual, seperti dilansir detik.com, Selasa (8/3/22).
“Yang menggembirakan, orang-orang 20 hingga 40% kali lebih kecil kemungkinannya menyetujui tweet dengan isi yang menyesatkan, ketika mereka melihat catatan Birdwatch versus orang-orang yang tidak melihat catatan tersebut,” imbuhnya.
Akan tetapi, sebelum muncul di bawah cuitan, catatan Birdwatch mesti dinilai bermanfaat oleh sejumlah kontributor dari perspektif yang berbeda. Perspektif yang berbeda tersebut akan dinilai dari bagaimana mereka menilai catatan sebelumnya, bukan menurut demografi.
“Misalnya ada dua orang yang sebelumnya menilai sesuatu dengan sangat berbeda dan tidak saling setuju, tapi mereka menilai catatan ini sebagai bermanfaat. Ini menjadi tanda yang bagus bahwa catatan itu bakal bermanfaat untuk orang-orang yang memiliki sudut pandang berbeda,” jelas Coleman.
Tidak hanya itu, Twitter juga memberikan pilihan bagi kontributor Birdwatch untuk kontribusi memakai nama alias, bukan username Twitter mereka yang sebenarnya. Dengan begitu, kontributor tidak mengalami pelecehan atau bullying bila memberikan catatan di topik yang kontroversial.
Kemudian Twitter mengaku bakal berkolaborasi dengan media ternama seperti Associated Press dan Reuters, sehingga bisa membantu timnya menilai kualitas informasi yang diberikan kontributor. Bahkan Twitter juga menggandeng peneliti dari MIT, University of Washington, dan University of Michigan School of Information yang mempelajari misinformasi, manipulasi online, dan pelecehan.