
TIKTAK.ID – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik lima wakil menteri baru pada Rabu (23/12/20). Salah satunya yakni Edward Omar Sharif Hiariej atau yang kerap disapa Eddy OS Hiariej yang didapuk menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut sebelumnya dikenal sebagai pengkritik Undang-Undang Cipta Kerja yang digagas Jokowi.
Eddy sempat mengatakan bahwa UU Cipta Kerja berpotensi menjadi “macan kertas” karena tidak memiliki sanksi yang efektif. Selain itu, ia menilai UU Cipta Kerja tidak sesuai prinsip titulus et lex rubrica et lex, yang berarti isi dari suatu pasal itu harus sesuai dengan judul babnya.
“Dia (UU Cipta Kerja) bisa sebagai macan kertas, artinya apa? Artinya, sanksi pidana dan sanksi-sanksi lainnya bisa jadi dia tidak bisa berlaku dengan efektif,” ujar Eddy, seperti dilansir Kompas.com dari Tribunnews.com, Rabu (7/10/20).
Baca juga : Lucunya Netizen Komentari Ucapan Selamat Prabowo ke Menteri Sandiaga Uno
Menurut Eddy, di dalam RUU Cipta Kerja itu ada sanksi pidana, tetapi di atas tertulisnya adalah sanksi administrasi. Padahal, kata Eddy, sanksi administrasi dan sanksi pidana itu merupakan dua hal yang berbeda secara prinsip.
“Jadi judulnya sanksi administrasi, tapi di bawahnya itu isinya sanksi pidana,” jelas pria kelahiran Ambon, 10 April 1973 ini.
Eddy menganggap ada kesalahan konsep penegakan hukum dalam UU Cipta Kerja, terutama terkait pertanggungjawaban korporasi ketika melakukan pelanggaran. Sebab, ia menyatakan dalam UU itu, pertanggungjawaban korporasi berada dalam konteks administrasi atau perdata. Akan tetapi, ia menyebut aturan itu juga memuat sanksi pemidanaan bagi korporasi.
Baca juga : Lucunya Netizen Komentari Ucapan Selamat Prabowo ke Menteri Sandiaga Uno
“Ujug-ujug terdapat sanksi pidana yang dijatuhkan kepada korporasi. Celakanya, itu adalah pidana penjara,” terang Eddy.
Perlu diketahui, Eddy meraih gelar profesor pada usia yang terbilang muda, yakni 37 tahun. Selama ini, ia dikenal sebagai sosok akademisi yang kerap dimintai pendapat terkait isu-isu di bidang hukum. Bahkan ia juga beberapa kali menjadi ahli dalam persidangan. Salah satunya, Eddy sempat dihadirkan sebagai ahli dalam sidang kasus penodaan agama yang menjerat mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama pada 2017.