TIKTAK.ID – Pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad), Kunto Adi Wibowo menyebut Partai Golkar mempunyai mesin untuk merebut suara pemilih Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, demi memenangkan Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024.
Kunto menduga peta polarisasi Pilpres 2024 akan sama serta menjadi warisan dari Pilpres 2014 dan 2019. Dia mengatakan siapa pun calon presiden atau Parpol yang mampu memecah suara dua kubu Pilpres sebelumnya, yakni Jokowi dan Prabowo, maka bisa menjadi pemenang.
Kunto menyatakan mesin itu hanya tinggal menunggu internal Partai Golkar untuk dimanfaatkan mendulang suara bagi calon presiden (Capres) yang diusung oleh Golkar nanti.
Baca juga : Survei IPO: Di Akhir Tahun, Kepuasan Publik terhadap Jokowi-Ma’ruf Kian Menurun
“Ini pekerjaan yang seharusnya dapat dilakukan Golkar karena punya mesin politik besar,” terang Kunto, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Jumat (3/12/21).
Menurut Kunto, suara pemilih Jokowi di Pilpres 2019 yang dikenal dengan istilah “Cebong” serta suara pemilih Prabowo di Pilpres 2019 yang dikenal dengan istilah “Kampret”, harus bisa direbut oleh Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, bila kelak resmi diusung menjadi Capres pada Pilpres 2024.
Dia menilai salah satu cara merebut suara pemilih Jokowi dan Prabowo yakni menggandeng tokoh yang dekat atau menjadi simbol dua sosok tersebut. Dia menjelaskan, salah satu tokoh yang bisa membantu merebut suara kelompok pemilih Jokowi yaitu Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Baca juga : ICW Kritik Wakil Ketua KPK yang Sebut Kepala Desa Korupsi Cukup Kembalikan Uang Tanpa Perlu Dipenjara
“Asal Airlangga bisa pecah itu ambil suara Prabowo dari Kampret, lalu ambil suara Cebong dengan dukungan Jokowi atau meminang Ganjar, itu bisa terjadi,” ungkap Kunto.
“Contohnya Ganjar direbut untuk suara Cebong, lalu untuk suara Kampretnya kalau enggak Airlangga harus dekatin siapa sebagai simbol Kampret,” sambungnya.
Kunto menganggap Airlangga masih memiliki waktu lebih dari dua tahun untuk meningkatkan elektabilitas diri.
“Airlangga masih mempunyai waktu satu sampai dua tahun ini untuk menjadikan dirinya tokoh yang jadi mercusuar gerakan atau nilai tertentu,” tutur Kunto.
Baca juga : KSAD Dudung Bakal Rekrut Santri Jadi TNI, Apa Alasannya?
Sementara itu, pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin sempat memperkirakan perolehan suara Prabowo di Jabar akan menurun jika maju kembali menjadi Capres di Pilpres 2024.
Ujang berpendapat konstruksi pemilih di Jabar senantiasa berubah dari Pemilu ke Pemilu, serta karakter masyarakat Jabar mudah terpesona dan kecewa. Karakter inilah yang menurutnya menjadi peluang bagi Airlangga untuk merebut suara warga Jabar yang sebelumnya memilih Prabowo.