TIKTAK.ID – UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE) akan semakin dianggap sebagai alat penguasa jika penerapannya tidak adil.
Begitu simpulan pengamat sosial politik, Muslim Arbi saat membandingkan kasus yang mendera petinggi Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan dengan apa yang dilakukan Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Henry Subiakto.
Dengan UU ITE, Syahganda Nainggolan kini dituntut 6 tahun penjara usai didakwa menyebarkan hoaks di media sosial. Sementara hal yang kurang lebih sama beberapa kali juga dilakukan Henry Subiakto.
Henry sempat mengunggah video hoaks di akun Twitter pribadinya, yang sesaat kemudian dia hapus dengan alasan sedang bereksperimen.
“Kalau kasus Staf Ahli Menkominfo tidak diproses, padahal itu sebarkan hoaks, maka UU ITE hanya untuk lindungi kekuasaan. Penguasa dengan enaknya mendefinisikan hoaks dan memenjarakan orang-orang yang dianggap kritis seperti Syahganda Nainggolan itu,” ujar Muslim Arbi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (2/4/21).
Bagi Muslim, kicauan Syahganda terbilang biasa saja dan tidak sebanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Sementara Henry Subiakto, menurutnya, jelas-jelas telah menyebarkan hoaks meski kemudian berdalih sedang melakukan eksperimen sebelum akhirnya menghapus kicauan itu.
“Ini sangat tidak adil. Staf Ahli, (Henry) Subiakto mesti diproses supaya adil, seperti Ganda. Jika tidak, gugurkan dakwaan jaksa dan bebaskan Ganda atas dakwaan yang tidak jelas itu,” pungkasnya.
Henry Subiakto sempat mengunggah video yang olehnya disebut sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) sedang diserang di Amerika Serikat (AS) karena kebencian pada ras Asia.
Cuitan ini sudah dihapus oleh Henry, namun beberapa orang telah mengambil tangkapan layar.
“Ada fenomena rasis di AS. Bule benci wajah-wajah Asia. Ini anak Indonesia di San Diego diserang bule. Dia adalah Anton Karundeng, orang Menado Surabaya. Si bule nggak tahu kalau Anton jago berantem. Video ini dapat dari FB Pak Peter F Gontha”, tulis @henrysubiakto dalam tangkapan layar yang diunggah @raviopatra pada Rabu (31/3/21).
Beberapa warganet kemudian menegur bahwa informasi tersebut tidak benar.
“Halo @henrysubiakto, biasakanlah memeriksa informasi sebelum dikirim di media sosial. @kemkominfo tolong ini dikasih stempel hoax ya. Bersama kita hentikan disinformasi!!” kata akun @raviopatra.
Usai ditegur warganet, Henry langsung menghapus dan berdalih dirinya memang senang melakukan eksperimen. Alasannya untuk melihat reaksi warga Twitter.