TIKTAK.ID – Pengamat kebijakan publik buka suara terkait kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang membebaskan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Kebijakan tersebut ditujukan bagi rumah warga Ibu Kota dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp2 miliar.
Menurut ahli perkotaan dan transportasi, Yayat Supriatna, kebijakan itu adalah bentuk “keadilan bertata ruang”. Sebab, dia menilai rumah dan tanah warga DKI harganya naik akibat mekanisme pasar dan sudah tidak mampu membayar PBB yang cukup mahal.
Yayat pun mengatakan bahwa membebaskan tanah dan rumah yang selama ini menjadi aset warga dapat diberi insentif. Dengan begitu, kata Yayat, mereka mendapat kesempatan untuk lebih produktif.
Baca juga : Polri Bentuk Polres, Polsek, dan Brimob Baru untuk IKN Nusantara
“Sedangkan yang sudah pensiun atau purna bakti dan tidak bekerja lagi akan sangat membantu mengurangi beban ekonomi mereka,” ungkap Yayat, seperti dilansir Tempo.co, Sabtu (18/6/22).
Yayat menyatakan kebijakan Anies Baswedan itu menjadi bentuk perlindungan dan kepedulian bagi warga Ibu Kota yang terbatas pendapatannya.
“Terlebih selama dua tahun lebih ekonomi mereka turun akibat pandemi Covid-19,” terang Yayat.
Untuk diketahui, kebijakan tersebut sudah ada pada masa Pemerintahan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta. Bedanya, Ahok hanya menggratiskan PBB untuk rumah dengan NJOP di bawah Rp1 miliar. Kemudian usai Anies menggantikannya, kebijakan itu diperluas sasaran penerimanya.
Baca juga : Sowan ke Megawati dan Prabowo, Apa Agenda Gibran?
Di sisi lain, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo menganggap itu adalah hal yang biasa di dunia politik. Agus menyebut seharusnya PBB memang tidak usah dibayarkan, karena saat warga membeli tanah atau rumah sudah membayar pajak.
“Buat apa setiap tahun dibayar, ya kan enggak usah dijelaskan juga semua orang sudah tahu, kalau itu jelas-jelas unsur politik, ya politikus ya begitulah,” ucap Agus.
Lantas Agus menjelaskan, rumah dan tanah tidak seperti kendaraan yang memerlukan jalan yang harus diaspal.
Baca juga : Gerindra Siap Deklarasi Prabowo Capres dalam Waktu Dekat
“Kalau rumah kan diam di situ, lalu pajaknya untuk apa? Kecuali tanah itu bisa jalan-jalan merusak sarana umum ya boleh dipajaki, tapi kalau tanahnya diam, terus pajaknya buat apa,” tutur Agus.