
TIKTAK.ID – Dokumen baru yang diajukan ke pengadilan federal AS menunjukkan bahwa pengadilan telah menggeluarkan surat panggilan kepada Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS).
Surat panggilan itu dikirim melalui pesan WhatsApp pada bulan lalu, atas tuduhan penyiksaan dan mengarah pada upaya pembunuhan terhadap mantan Penasihat Keamanan Saudi.
Pengadilan Washington DC juga mengirimkan surat panggilan kepada sembilan pejabat Saudi lainnya melalui WhatsApp, termasuk Badr al-Asaker, Saud al-Qahtani, dan Ahmed Asiri, menurut dokumen pengadilan itu, tulis Al Jazeera.
Penyelidik forensik komputer, Thomas Musters mengonfirmasi dalam pernyataan tertulis yang diajukan ke pengadilan pada Kamis lalu bahwa berkas perkara berhasil dikirim melalui WhatsApp pada 22 September dan ditandai sebagai telah dibaca oleh seluler MBS 20 menit kemudian, tulis Business Insider.
MBS diduga menggunakan WhatsApp untuk memata-matai CEO Amazon Jeff Bezos dan untuk meretas telepon jurnalis Saudi Jamal Khashoggi, yang dibunuh oleh agen Saudi di Konsulat Saudi di Istanbul pada Oktober 2018.
Dalam gugatan tersebut, mantan Penasihat Keamanan, Saad al-Jabri, menuduh MBS mengirim 50 orang “regu pembunuh” dari Arab Saudi ke Kanada untuk “melenyapkannya” pada Oktober 2018, namun beruntung, “regu pembunuh” dari Saudi ditolak masuk ke perbatasan Kanada.
Al-Jabri mengklaim upaya pembunuhan itu terjadi beberapa hari setelah pembunuhan Khashoggi, kata laporan berita itu.
Beberapa badan intelijen, termasuk CIA, dilaporkan menyimpulkan MBS memerintahkan pembunuhan Khashoggi -tuduhan yang dibantah Riyadh.
Sebaliknya, Pemerintah Saudi mengklaim bahwa petugas intelijen Saudi yang bertanggung jawab telah berbuat di luar batas.
Al-Jabri adalah mantan Kepala Intelijen di bawah mantan Putra Mahkota Mohammed bin Nayef, yang digulingkan MBS dalam kudeta istana 2017.
Arab Saudi telah mengeluarkan “pemberitahuan merah” kepada interpol yang meminta dipulangkannya al-Jabri dan mendesak negara lain untuk mengirimnya kembali ke Saudi, sebab Kerajaan menuduh mantan perwira intelijen itu melakukan korupsi.
Dilaporkan al-Jabri memiliki akses ke informasi sensitif yang dikhawatirkan MBS dapat membahayakan.
Dalam kasus pengadilan pada 22 September lalu, al-Jabri disebut sebagai “aset intelijen AS”.