TIKTAK.ID – Pria yang menampar Presiden Prancis, Emmanuel Macron pada musim panas lalu telah menghabiskan beberapa bulan di balik jeruji besi mengatakan bahwa dirinya menerima banyak surat dukungan atas tindakan “politik”-nya tersebut.
Dilansir RT, pria yang bernama Damien Tarel itu mengatakan kepada BFM TV bahwa dirinya merasa “tidak menyesal” karena menyerang Kepala Negara Prancis. “Saya menyayangkan terjadinya kekerasan fisik. Namun demikian, itu hanya tamparan kecil. Saya percaya Macron telah pulih dengan sangat baik,” katanya, seraya menambahkan bahwa ia berencana untuk menghadiri protes terhadap izin kesehatan Covid-19 dalam waktu dekat.
Pria berusia 28 tahun itu dibebaskan pada Sabtu (11/9/21) setelah menjalani hukuman penjara karena menampar Macron pada awal Juni lalu. Dia menampar Macron ketika sang Presiden menyapa kerumunan penonton selama perjalanannya ke Prancis selatan.
Seorang penggemar ilmu pedang sejarah, Tarel berteriak, “Montjoie, Saint-Denis!” –seruan perang Prancis abad pertengahan– dan meneriakkan “Turunkan Macronia!” ketika melesatkan tamparan ke wajah Macron.
“Hari itu saya datang untuk menantang Presiden Emmanuel Macron,” kata Tarel setelah dibebaskan. “Saya tidak percaya bahwa demokrasi memberikan suara setiap lima tahun sekali untuk seorang wakil yang pada akhirnya tidak mewakili banyak orang.”
Dalam wawancara terpisah dengan radio France Bleu, pemuda itu menyebut tindakannya hari itu sebagai sebuah “tindakan politik”.
“Jika saya harus kembali ke masa lalu, saya akan melakukan hal yang sama lagi. Saya tidak menyesal.”
Tarel mengaku menerima “ratusan” surat dukungan selama menjalani hukumannya di balik jeruji besi. “Saya terkejut melihat betapa banyak orang memahami makna politik dari tindakan saya.”
Selama persidangan, Tarel berbicara dengan simpatik terkait apa yang disebut protes “Rompi Kuning”, yaitu sebuah demonstrasi anti-Pemerintah skala besar, yang memprotes Pemerintah Prancis dan memuncak pada 2018 dan 2019.
Macron menganggap remeh tamparan itu dan menyebutnya sebagai insiden kecil pada saat itu, menekankan bahwa kekerasan terhadap pejabat publik tidak dapat diterima. Serangan terhadap presiden dikutuk oleh banyak politisi terkemuka di Prancis, termasuk lawan Macron.