TIKTAK.ID – Pemimpin tertinggi Iran berjanji membalas pembunuhan terhadap ilmuwan nuklir utama Republik Islam itu, pada Sabtu (28/11/20).
Ayatullah Ali Khamenei berjanji untuk melanjutkan pekerjaan Mohsen Fakhrizadeh, yang oleh Pemerintah Barat dan Israel dituduh sebagai perancang program rahasia Iran untuk membuat senjata nuklir. Meskipun tak ada bukti nyata yang mereka ajukan terkait tuduhan itu.
Khamenei, yang merupakan otoritas tertinggi Iran, mengatakan bahwa negara itu tidak pernah membuat senjata nuklir, melalui akun Twitter-nya dia mengatakan bahwa pejabat Iran harus mengambil tugas “mengejar pelaku kejahatan ini dan menghukum pelakunya dan mereka yang memerintahkannya”, tulis Reuters.
Fakhrizadeh, yang tak banyak disebutkan profilnya di publik namun disebut Israel sebagai pemain utama dalam apa yang dikatakan sebagai pembuatan senjata nuklir Iran, terbunuh pada hari Jumat ketika dia diserang di dekat Teheran dan mobilnya diberondong peluru hingga mengakibatkannya meninggal.
Presiden Iran, Hassan Rouhani mengatakan pada pertemuan Kabinet yang disiarkan televisi pada Sabtu ini mengatakan bahwa Iran akan menanggapi kejahatan itu “pada waktu yang tepat”.
“Sekali lagi, tangan jahat dari Keangkuhan Global dan tentara bayaran Zionis menumpahkan darah seorang putra Iran,” katanya.
Israel menolak mengomentari pembunuhan Fakhrizadeh dan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan Kementerian tidak mengomentari keamanan terkait misi di luar negeri.
Gedung Putih, Pentagon, Departemen Luar Negeri AS, dan CIA juga menolak mengomentari pembunuhan itu, begitu pula tim transisi Biden. Biden mulai menjabat pada 20 Januari.
Sementara The New York Times dalam laporannya mengutip seorang pejabat Amerika -bersama dengan dua pejabat intelijen lainnya- mengatakan bahwa Israel berada di balik serangan terhadap ilmuwan tersebut. Belum jelas seberapa banyak Amerika Serikat mengetahui tentang operasi itu, namun kedua negara adalah sekutu terdekat dan telah lama berbagi data intelijen tentang Iran.
Pembunuhan Jumat kemarin, dapat mempersulit upaya apa pun yang dilakukan oleh Presiden terpilih Joe Biden untuk meredakan kembali ketegangan dengan Teheran seperti yang dibuatnya ketika dia berada di pemerintahan Barack Obama.
Trump menarik Washington keluar dari pakta nuklir internasional 2015 yang disepakati antara Teheran dan negara-negara besar, pada 2018.
Di bawah kesepakatan nuklir 2015, Iran setuju untuk mengekang pekerjaan nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi.
Setelah Trump menarik diri pada tahun 2018, kemudian sanksi AS ditingkatkan, berdampak pada menurunnya ekspor minyak vital Iran dan melumpuhkan ekonomi. Teheran, kemudian mengambil langkah mempercepat pekerjaan nuklirnya.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) PBB percaya Iran menghentikan program senjata nuklirnya yang terkoordinasi pada 2003. IAEA mengatakan tidak memiliki indikasi yang kredibel tentang kegiatan di Iran yang relevan dengan pengembangan perangkat bom nuklir setelah 2009.