
TIKTAK.ID – Pembicaraan damai antara kelompok Taliban dan Pemerintah Afghanistan dilanjutkan kembali di Ibu Kota Qatar, Doha. Pembicaraan itu Kembali digelar setelah penundaan berminggu-minggu, akibat meningkatnya kekerasan dan perubahan dalam kepemimpinan diplomatik AS saat Pemerintahan Biden menggantikan Donald Trump.
Tidak ada rincian tentang pembicaraan tersebut kecuali pengumuman bahwa item pertama pembicaraan perjanjian damai akan menjadi agenda utama, seperti yang dilansir Al Jazeera, Selasa (23/2/21)
Sebelumnya, Pemerintahan Presiden Joe Biden sedang meninjau ulang perjanjian yang bertujuan untuk mengakhiri perang terpanjang yang telah dilakukan AS itu. Taliban telah memerangi pasukan gabungan Pemerintah Kabul yang didukung Barat dan pasukan asing sejak digulingkan dalam invasi pimpinan AS ke Afghanistan pada 2001.
Pekan lalu, Taliban dalam sebuah surat terbukanya meminta AS untuk sepenuhnya menerapkan perjanjian Doha, termasuk penarikan semua pasukan internasional dari Afghanistan. Mereka mengatakan bahwa pihaknya telah memenuhi komitmennya dalam kesepakatan itu -untuk mengamankan kepentingan keamanan AS di negara yang dilanda perang selama hampir dua dekade.
Namun, ketika pembicaraan damai berakhir tiba-tiba pada Januari lalu, kedua belah pihak menyerahkan daftar keinginan mereka untuk agenda yang sekarang harus mereka saring untuk menyepakati butir-butir negosiasi dan urutan yang mereka harus penuhi.
Prioritas bagi Pemerintah Afghanistan, Washington, dan NATO adalah pengurangan serius kekerasan yang dapat mengarah pada gencatan senjata, tapi Taliban sampai sekarang menolak gencatan senjata tersebut.
Kini, Washington sedang meninjau perjanjian perdamaian Doha yang ditandatangani sebelumnya oleh Pemerintahan Trump dengan Taliban ketika konsensus meningkat di Washington bahwa penundaan tenggat waktu penarikan diperlukan. Taliban menolak usulan itu, meskipun hanya perpanjangan singkat.
Muncul saran agar pasukan berbasis intelijen yang lebih kecil tetap tinggal, dan akan fokus hampir secara eksklusif pada “kontraterorisme” dan afiliasi ISIL (ISIS) yang semakin aktif dan mematikan di Afghanistan timur.
Namun, meski demikian, baik Washington maupun NATO belum mengumumkan keputusan tentang nasib sekitar 10.000 tentara asing mereka, termasuk 2.500 tentara Amerika, yang masih ditempatkan di Afghanistan.
Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg mengatakan pekan lalu bahwa pasukan dari aliansi transatlantik itu tidak akan mundur dari Afghanistan “sebelum waktunya tepat”.
Ia menambahkan bahwa Taliban harus berbuat lebih banyak untuk memenuhi persyaratan perjanjian dengan AS.