TIKTAK.ID – Hampir 150 orang demonstran ditangkap di Paris pada Sabtu (12/12/20), setelah memprotes Undang-Undang Keamanan yang diusulkan Pemerintah Macron dan demonstrasi berubah menjadi kekerasan.
Dilansir dari DW, polisi anti huru hara dan kendaraan polisi mengawal pawai yang diguyur hujan di Paris tetapi amarah demonstran terus berkobar dan beberapa pengunjuk rasa tampak dengan wajah berdarah menyusul bentrokan antara polisi dan para demonstran.
Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin melalui cuitannya mengatakan bahwa polisi telah melakukan 142 penangkapan setelah “ratusan orang datang melakukan kekerasan”.
Sabtu akhir pekan ini menandai pekan ketiga berturut-turut para demonstran turun ke jalan di seluruh Prancis untuk mengungkapkan rasa frustrasi mereka pada Undang-Undang Keamanan yang diusulkan Pemerintah yang katanya bertujuan untuk memerangi “Islamisme radikal”.
Tindakan hukum yang paling banyak diperdebatkan adalah larangan warga untuk memfilmkan petugas polisi yang melakukan tindakan kekerasan. Aturan itu katanya bertujuan untuk melarang publikasi gambar dengan maksud merugikan polisi.
Kritikus mengatakan proposal itu tidak efisien, akan menstigmatisasi Muslim, mengikis kebebasan media dan membuatnya lebih sulit untuk mengungkap kebrutalan polisi.
Slogan-slogan yang terpampang di plakat yang dibawa oleh pengunjuk rasa di Paris bertuliskan “Saya tidak akan pernah berhenti merekam” dan “Kamera sama dengan mutilasi?”
Sebelumnya, sebuah rekaman polisi kulit putih yang memukuli seorang produser musik kulit hitam yang tidak bersenjata di studionya di Paris pada 21 November lalu memperkuat kemarahan masyarakat atas Undang-Undang tersebut, yang secara luas dipandang sebagai pertanda kemunduran Presiden Emmanuel Macron.
Insiden lain yang terekam kamera menunjukkan polisi di Paris menggunakan kekerasan untuk merobohkan kamp imigran.
Tak hanya di Paris, di kota-kota lain demonstrasi juga terjadi. Seperti di Lyon, di mana pihak berwenang melaporkan telah menangkap lima orang di antara mereka yang dikatakan menyerang polisi dan berusaha menjarah toko.
Demonstrasi kali ini mengingatkan kembali pada demonstrasi “Yellow Vest” atau ‘Rompi Kuning’ pada akhir 2018 dan awal 2019. Ketika itu jendela toko hancur dan kendaraan dibakar, dan massa bentrok dengan pihak kepolisian.
“Yellow Vest” merupakan demonstrasi yang menolak usulan Pemerintah terkait dengan tunjangan masa pensiun bagi para pekerja dan tingginya harga bahan bakar.