TIKTAK.ID – Sehari pascakudeta militer, Senin (1/2/21), Myanmar masih tampak tenang, sekaligus gelisah. Senin malam hingga Selasa pagi, jalan-jalan tetap sepi dengan patroli kendaraan milier yang lalu lalang di sejumlah kota besar, serta pemberlakuan jam malam.
Sistem komunikasi yang diputus pada Senin kemarin, kini telah kembali lagi pada Selasa pagi, dengan sambungan telepon dan jaringan internet yang kembali berjalan normal, seperti dilansir BBC.
Aung San Suu Kyi, yang secara luas dianggap sebagai pemimpin negara, tak terlihat lagi sejak dia ditahan oleh militer.
Militer mengambil alih kekuasaan setelah mengumumkan keadaan darurat, menuduh partai Suu Kyi melakukan kecurangan atas kemenangan pemilihannya.
Partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), pada Selasa (2/2/21), menuntut segera pembebasannya. Mereka juga meminta militer untuk menerima hasil pemilihan pada November lalu, yang membuat NLD memenangkan lebih dari 80 persen suara.
Myanmar, juga dikenal sebagai Burma, telah diperintah oleh Angkatan Bersenjata hingga 2011, ketika kemudian reformasi demokrasi yang dipimpin oleh Suu Kyi mengakhiri kekuasaan militer.
Meskipun tidak ada protes yang dilaporkan atas kudeta itu, namun ada tindakan pembangkangan, termasuk pemogokan oleh staf medis.
Bahkan, di jalan-jalan kota utama, Yangon, orang-orang mengatakan bahwa perjuangan keras mereka untuk demokrasi telah hilang.
Sebagai tanda pembangkangan sipil, dokter yang bekerja di rumah sakit Pemerintah dilaporkan menganacam akan berhenti bekerja mulai Rabu besok untuk mendorong pembebasan Suu Kyi.
Beberapa petugas medis menggunakan cara itu sebagai simbol protes diam-diam. Setidaknya satu dokter telah menyatakan berhenti bekerja sebagai bentuk protes.
Seorang ahli anestesi berusia 47 tahun di Rumah Sakit Mongywa di Wilayah Sagaing, Dr Naing Htoo Aung mengatakan kepada BBC Burma: “Kudeta semacam itu tidak dapat ditoleransi sama sekali. Saya mengundurkan diri karena saya tidak dapat bekerja di bawah seorang diktator militer yang tidak peduli dengan negara dan rakyat. Ini adalah tanggapan terbaik yang bisa saya berikan kepada mereka.”
Seorang warga berusia 25 tahun, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan kepada BBC: “Bangun dan mengetahui dunia Anda telah benar-benar terbalik dalam semalam bukanlah perasaan baru, tetapi perasaan bahwa saya pikir kami semua sudah usai, dan yang tidak pernah terpikir akan kami rasakan lagi.”
Sementara hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi tentang keberadaan pasti Suu Kyi sejak dia ditahan dalam penggerebekan sebelum fajar pada Senin kemarin.
Namun sumber yang tidak disebutkan namanya dari dalam NLD mengatakan dia dan Presiden Win Myint ditahan dalam tahanan rumah.
“Kami diberitahu untuk tidak khawatir. Namun kami mengkhawatirkan. Akan sangat melegakan jika kami dapat melihat foto mereka di rumah,” kata anggota parlemen itu kepada kantor berita AFP, tanpa menyebut nama.
Banyak anggota parlemen lainnya yang juga masih ditahan di perumahan Pemerintah mereka di Ibu Kota Nay Pyi Taw, dengan salah satu anggota NLD menggambarkannya sebagai “pusat penahanan terbuka”.
Suu Kyi -yang menghabiskan hampir 15 tahun dalam tahanan antara 1989 dan 2010- telah mendesak para pendukungnya untuk “memprotes kudeta” melalui surat yang ditulisnya sebelum dia ditahan. Peristiwa ini memperingatkan bahwa tindakan militer akan membuat negara kembali di bawah kuasa kediktatoran.