TIKTAK.ID – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid mengatakan bahwa penundaan Pemilu tak sejalan dengan spirit konstitusi. Dia menilai seharusnya diskursus imajiner terkait penundaan Pemilu yang berimplikasi pada tatanan perpanjangan masa jabatan presiden/wakil presiden, menteri, DPR, DPD dan DPRD serta jabatan-jabatan publik lainnya dapat diakhiri.
Fahri menyatakan wacana tersebut tidak bermuatan maslahat. Dia menganggap hal itu justru banyak mudaratnya bagi bangsa dan negara.
“Usulan penundaan Pemilu adalah Constitution Disobedience atau pembangkangan terhadap Konstitusi,” terang Fahri melalui keterangan tertulisnya, Minggu (27/2/22), seperti dilansir Sindonews.com.
Baca juga : Aturan TOA Dinarasikan Anti Azan, Putri Gus Dur: Indonesia Darurat Logika
Fahri menjelaskan, bila dilihat dari berbagai alasan dan justifikasi yang coba dikemukakan pengusul, tidak ada jalan yang tersedia baik secara teoritik maupun konstitusional. Dia menyebut usulan itu juga tidak berangkat dari alasan yang memadai, lantaran bukan didasarkan pada dalil yang secara konstitusional bisa diterima.
“Misalnya secara objektif negara dalam keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan- kerusuhan atau akibat bencana alam,” ucap Fahri.
“Jadi dikhawatirkan tidak bisa diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa; atau timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apa pun juga; atau gangguan keamanan yang berdampak holistik, berdasarkan Perpu No. 23/1959 Tentang Keadaan Bahaya atau berdasarkan prinsip hukum tata negara darurat dikenal dengan “staatsnoodrechts” (keadaan darurat negara) atau “noodstaatsrechts” (hukum tata negara dalam keadaan darurat),” sambungnya.
Baca juga : PDIP Usul Pemilu 2024 Proporsional Tertutup: Hanya Pilih Parpol
Fahri melanjutkan, jika kondisi itu terjadi, maka presiden dapat menetapkan sebuah kebijakan dan kebutuhan hukum sesuai prinsip hukum yang berlaku, berdasarkan ajaran hukum suatu keadaan darurat negara (state of emergency).
Menurut Fahri, bila memang alasan itu ada, maka presiden mendasarkan diri pada prinsip proporsionalitas (the principle of proporsionality) yang dikenal dalam hukum internasional. Dia menyebut prinsip ini dianggap sebagai “the crus of the self defence doctrine” atau inti dari doktrin self defence.
Fahri menerangkan, secara inheren prinsip proporsionalitas dinilai bakal memberikan standar mengenai kewajaran (standard of reasonabeleness).