TIKTAK.ID – Afrika Selatan, India, dan lebih dari 100 negara lain telah meminta Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk sementara waktu mencabut hak paten atas vaksin Covid-19, dengan alasan aturan itu menghalangi mereka untuk memvaksin warganya.
Kedua negara pertama kali mengajukan banding pada Oktober tahun lalu, menyerukan WTO untuk mengesampingkan ketentuan dalam perjanjian perdagangan yang mengatur hak kekayaan intelektual sehingga produk medis dapat lebih mudah diakses oleh negara berkembang. Lebih dari 100 negara telah bergabung untuk mendesak WTO.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mendukung permintaan pengabaian itu. Ia mengatakan awal bulan ini: “Jika pengesampingan paten sementara tidak dapat dikeluarkan sekarang, selama masa-masa yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, kapan waktu yang tepat?”
Inti dari diskusi adalah proposal yang diajukan pada bulan Oktober oleh Afrika Selatan dan India untuk menangguhkan perjanjian WTO tentang Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) selama pandemi virus Corona, tulis Al Jazeera, Rabu (10/3/21)
Tujuannya adalah untuk memfasilitasi transfer teknologi dan pengetahuan ilmiah ke negara-negara berkembang untuk meningkatkan produksi global vaksin dan peralatan lain yang diperlukan.
Bulan lalu, lebih dari 400 organisasi di Amerika Serikat bergabung menyerukan Presiden Joe Biden untuk mendukung pengabaian tersebut, sementara 115 anggota Komisi Eropa mengeluarkan deklarasi yang mendesak Uni Eropa untuk mencabut penentangannya terhadap penangguhan sementara.
Uni Afrika juga mendukung pelonggaran aturan tentang kekayaan intelektual (IP), menyebutnya sebagai “win-win for everyone”.
Menurut kelompok kampanye bernama ONE, negara-negara kaya menimbun kelebihan dosis vaksin Covid-19 dan membeli satu miliar lebih banyak daripada yang dibutuhkan warganya, hal itu membuat negara-negara miskin, gagal melakukan vaksinasi tahun ini.
“Kelebihan vaksin yang sangat besar ini merupakan perwujudan nasionalisme vaksin, dengan negara-negara memprioritaskan kebutuhan vaksinasi mereka sendiri dengan mengorbankan negara lain dan pemulihan global,” kata ONE dalam laporannya bulan lalu.
Tim kebijakan ONE menambahkan bahwa “koreksi jalur besar-besaran” dalam distribusi diperlukan jika dunia ingin melindungi dan menyelamatkan nyawa saat jumlah kematian akibat pandemi mendekati 2,5 juta.
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres mengatakan bulan lalu hanya 10 negara yang sejauh ini telah memberikan 75 persen dari semua vaksinasi, menggambarkannya sebagai “sangat tidak merata dan tidak adil”.
Setidaknya 130 negara belum menerima satu pun dosis vaksin Covid-19, kata Guterres.
“Pada saat kritis ini, pemerataan vaksin merupakan ujian moral terbesar di hadapan masyarakat global,” ujarnya.