
TIKTAK.ID – Militer Myanmar mengancam pengunjuk rasa anti-kudeta dengan hukuman 20 tahun penjara jika mereka menghalangi aktivitas Angkatan Bersenjata.
Militer juga mengatakan hukuman panjang dan denda juga akan berlaku bagi mereka yang ditemukan menghasut “kebencian atau penghinaan” terhadap para pemimpin kudeta, baik dalam bentuk “kata-kata, baik lisan maupun tulisan, atau dengan tanda, atau dengan representasi yang terlihat”.
Pernyataan itu disampaikan melalui pernyataan yang diposting di situs web militer pada Senin (15/2/21), dan dikatakan bahwa orang-orang yang mencegah pasukan keamanan menjalankan tugas mereka dapat menghadapi hukuman 20 tahun penjara. Sementara mereka yang ditemukan menimbulkan ketakutan atau keresahan di depan umum dapat dipenjara selama tiga hingga tiga tahun, atau tujuh tahun, seperti yang dilansir BBC.
Berita tentang ancaman hukum datang beberapa jam setelah internet dipulihkan setelah dimatikan selama akhir pekan dari Minggu hingga Senin.
Para demonstran menuntut pembebasan para pemimpin terpilih mereka yang ditahan oleh militer, termasuk Aung San Suu Kyi, dan pemulihan demokrasi di Myanmar, yang juga dikenal sebagai Burma.
Pada Senin (15/2/21), pengacara Suu Kyi, Khin Maung Zaw mengatakan dia akan ditahan selama dua hari lagi. Selanjutnya, dia akan diadili melalui tautan video di pengadilan di Ibu Kota Nay Pyi Taw pada Rabu besok, tambahnya.
Menurut kantor berita Reuters, Suu Kyi ditangkap bersama dengan pejabat Pemerintah lainnya pada 1 Februari, tetapi penahanannya akan berakhir pada 15 Februari.
Suu Kyi dituduh dengan kepemilikan perangkat komunikasi yang melanggar hukum -walkie-talkie yang digunakan oleh staf keamanannya.
Padahal, partainya memenangkan Pemilu dengan gemilang pada November lalu, namun militer menuduh telah terjadi kecurangan pada pemilihan itu, tanpa memberikan bukti dan langsung melancarkan kudeta.
Kehadiran militer yang meningkat di sejumlah kota merupakan tanda terbaru kemungkinan tindakan keras akan diambil terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta. Di banyak lokasi strategis, tentara telah menggantikan posisi polisi.
Di kota utama, Yangon, kendaraan lapis baja beroda delapan terlihat berusaha melewati lalu lintas pada jam sibuk, kadang-kadang juga dikelilingi oleh mobil yang membunyikan klakson sebagai tanda penentangan mereka terhadap kudeta.