TIKTAK.ID – Presiden Joko Widodo (Jokowi) diketahui mengutus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno untuk menyerahkan naskah Undang-Undang (UU) Cipta Kerja kepada Pimpinan Nahdlatul Ulama ( NU), Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia ( MUI). Penyerahan naskah tersebut dilakukan untuk menyosialisasikan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
“Pak Mensesneg mendatangi langsung Ketum (Ketua Umum) NU, KH Said Aqil Siradj di kediaman beliau. Setelah itu, ia menuju kediaman Wakil Ketua Umum MUI, Muhyiddin Junaidi,” ujar Deputi Protokol Bidang Protokol, Pers, dan Media Bey Machmudin, seperti dilansir Kompas.com, Minggu (18/10/20).
Bey menjelaskan, rencana awalnya, naskah UU Cipta Kerja ini juga akan diberikan kepada Muhammadiyah. Akan tetapi, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir sedang berada di luar kota.
Baca juga : Survei Kepercayaan Publik: Jokowi 60 Persen, Terawan 45 Persen
Bey menyatakan MUI, NU, dan Muhammadiyah merupakan pemangku kepentingan yang memiliki perhatian terhadap UU Cipta Kerja. Oleh sebab itu, Pemerintah berupaya menyosialisasikan UU tersebut kepada mereka.
Kemudian ketika ditanya apakah naskah UU Cipta Kerja yang diserahkan kepada Pimpinan NU dan MUI merupakan naskah final, Bey membenarkan.
“Iya, ini merupakan naskah UU Cipta Kerja yang sebelumnya diterima Presiden melalui Kementerian Sekretariat Negara dari DPR pada 14 Oktober lalu,” kata Bey.
Baca juga : PKS Ngaku Temukan Penambahan dan Penghilangan Pasal di Draf Final UU Ciptaker
Sebelumnya, NU, Muhammadiyah, dan MUI mengkritik UU Cipta Kerja yang disahkan pada rapat paripurna di DPR pada 5 Oktober 2020. Ketika itu, Ketua Umum Pengurus Besar NU (PBNU), Said Aqil Siradj, dan Rais Aam PBNU Miftahul Akhyar menemui Wakil Presiden Ma’ruf Amin di rumah dinasnya di Jakarta pada Kamis malam pekan lalu.
Dalam pertemuan itu, mereka mendiskusikan beberapa persoalan, termasuk Omnibus Law UU Cipta Kerja. Kemudian Said Aqil juga menyerahkan draf rekomendasi yang berisi delapan poin terkait kiritik terhadap UU Cipta Kerja tersebut.
“Masih ada banyak catatan yang kami kritisi. Kritik lho ya, bukan berarti kami menentang, tapi kritik. Hal yang masih belum berpihak pada rakyat, di antaranya soal tambang, kontrak (pekerja lepas) yang tidak dibatasi. Jadi kami juga secara resmi menyampaikan delapan poin,” terang Said Aqil usai pertemuan itu.