TIKTAK.ID – Mesir menangkap seorang pemimpin tertinggi Ikhwanul Muslimin pada Jumat (28/8/20), yang menjadi kelompok terakhir disapu oleh tindakan keras Kairo sebagai kelompok Islam yang dilarang.
Pemimpin tertinggi kelompok Ikhwanul Muslimin, Mahmoud Ezzat telah dijatuhi dua hukuman mati in absentia, serta penjara seumur hidup, tulis Al-Jazeera.
Mesir telah memenjarakan ribuan anggota dan pendukung kelompok Ikhwanul Muslimin sejak militer menggulingkan Presiden Mohamed Morsi pada 2013, setelah terjadi protes massa terhadap pemerintahan singkatnya.
Kairo memasukkan Ikhwan ke dalam daftar hitam sebagai organisasi “teroris”, namun kelompok Ikhwanul Muslimin terus secara konsisten menyangkal kaitannya dengan tindak kekerasan.
“Keamanan nasional telah mengomunikasikan informasi mengenai penangkapan pemimpin buronan Ikhwanul Muslimin, Mahmoud Ezzat”, kata Kementerian Dalam Negeri dalam sebuah pernyataannya.
Ezzat, tambah pernyataan itu, adalah “penjabat pemimpin tertinggi organisasi teroris internasional”.
Dia “ditangkap di daerah permukiman di timur Ibu Kota, meskipun gencarnya rumor yang beredar oleh pejabat Ikhwan tentang keberadaannya di luar negeri”, Kementerian itu menambahkan.
Pria 76 tahun itu telah dijatuhi hukuman atas sejumlah tuduhan termasuk “partisipasi dalam manajemen organisasi teroris”, “kolaborasi dengan kelompok teroris bersenjata”, dan “membahayakan fondasi negara”.
Ezzat, anggota Ikhwanul Muslimin sejak 1960-an, menghabiskan waktu di penjara di bawah kepresidenan Gamal Abdel Nasser dan Hosni Mubarak, dan telah menjabat sebagai penjabat pemimpin organisasi itu beberapa kali.
Di media, Ezzat dijuluki sebagai “manusia besi” dari Ikhwanul Muslimin, yang mewujudkan reputasinya dalam pengambilan keputusan dari atas hingga ke bawah. Dia dianggap dekat dengan Wakil Pemandu Tertinggi, Khairat al-Shater dan merupakan tokoh kunci dalam mengoordinasikan keputusan kebijakan antara Kantor Panduan dan Partai Kebebasan dan Keadilan.
Bersama dengan Khairat al-Shater dan Hassan Malek, Ezzat pernah ditahan karena dicurigai terlibat dalam kasus Salsabil dari 1992 hingga 1993. Pada 1995, dia dipenjara karena menjadi pemimpin organisasi ilegal. Dia dipenjara lagi pada Januari 2008, kali ini karena berpartisipasi dalam demonstrasi di Kairo menentang serangan Israel di Jalur Gaza.
Dia saat ini menjabat sebagai profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Zagazig, di mana rekan-rekannya termasuk Presiden Morsi dan sesama anggota Kantor Bimbingan Mahmoud Ghozlan berada. Dia juga menjadi Wakil Presiden Asosiasi Medis Islam.