TIKTAK.ID – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dikabarkan telah menduga kasus pneumonia yang ada di China disebabkan oleh virus corona. Virus tersebut juga menjadi bagian dari virus yang menjadikan seseorang mengalami pilek hingga SARS.
Seperti diketahui, coronavirus merupakan jenis virus yang mempengaruhi saluran pernapasan mamalia, salah satunya adalah manusia. Virus tersebut diketahui memiliki hubungan dengan pilek, pneumonia, dan sindrom pernapasan parah (SARS) yang dapat berpengaruh pada usus.
Sekadar informasi, pneumonia adalah infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara di salah satu atau kedua paru-paru, yang dapat berisi cairan.
Baca juga: 9 Akar Tanaman Herbal Penjaga Kesehatan Ginjal
Pada pneumonia, kantung udara bisa berisi cairan atau nanah. Infeksi dapat mengancam nyawa siapa pun, terutama pada bayi, anak-anak, dan lansia di atas 65 tahun.
Seperti dimuat medicalnewstoday, coronavirus ditemukan pertama kali pada tahun 1973.
Para ilmuwan disebut telah melakukan penelitian selama 70 tahun dan menemukan bahwa virus corona bisa menginfeksi beberapa hewan. Seperti tikus, anjing, kucing, kuda, babi, dan kalkun. Kemudian virus tersebut dapat berkembang dan bahkan bisa menyebabkan MERS dan SARS.
Selain itu, virus corona sendiri mempunyai nama ilmiah, yakni Human coronavirus (HcoV). Virus ini pertama kali diidentifikasi pada penderita flu biasa di tahun 1960.
Baca juga: 5 Mitos ‘Salah’ Tentang Tidur yang Masih Dipercaya Banyak Orang
Sementara itu, infeksi akibat virus tersebut paling sering terjadi selama musim dingin dan awal musim semi. Bahkan, seseorang yang menderita flu karena coronavirus akan kembali tertular flu tersebut empat bulan kemudian. Hal ini karena antibodi coronavirus tidak bisa bertahan lama. Sehingga, antibodi pada satu jenis coronavirus kemungkinan besar tidak akan berguna pada jenis yang lain.
Selain itu, pilek atau flu biasanya akan terjadi mulai dari dua hingga empat hari setelah terinfeksi coronavirus. Hal ini dimuali dengan gejala pilek, bersin, batuk, kelelahan, demam, dan sakit tenggorokan, hingga yang paling parah yaitu asma.
Bahkan, virus korona tidak bisa dengan mudah direkayasa di laboraturium, tidak seperti virus lainnya, seperti rhinovirus dan penyebab flu biasa yang lain. Hal inilah yang membuat ilmuwan kesulitan untuk mengukur dampak coronavirus pada ekonomi nasional dan kesehatan masyarakat.