TIKTAK.ID – Mantan tentara dan mata-mata Afghanistan yang pernah dilatih AS berbondong-bondong bergabung ke satu-satunya kelompok yang saat ini menentang kekuasaan Taliban, yaitu kelompok ISIS, tulis Wall Street Journal.
AS menghabiskan 88 miliar dolar untuk mempersenjatai dan melatih militer Afghanistan, yang dalam hitungan cepat hancur dan takluk kepada Taliban, pada Agustus lalu, pascatentara AS hengkang dari Afghanistan, seperti yang dilansir RT, Senin (1/11/21).
Cabang ISIS di Afghanistan, ISIS-K, dengan penuh semangat menyerap rekrutan yang dilatih AS ini. Menurut mantan pejabat keamanan dan anggota Taliban yang berbicara dengan Wall Street Journal, beberapa mantan pasukan Pemerintah telah bergabung untuk mendapatkan gaji, dan yang lainnya karena kurangnya alternatif yang lebih baik untuk Pemerintahan Taliban.
“Jika ada perlawanan, mereka akan bergabung dengan perlawanan,” kata mantan Kepala Intelijen, Rahmatullah Nabil kepada surat kabar itu, menambahkan bahwa “untuk saat ini, ISIS adalah satu-satunya kelompok bersenjata lainnya” [selain Taliban].
Meskipun ISIS-K dan Taliban sama-sama kelompok fundamentalis Islam, mereka memiliki ideologi yang berbeda. Taliban adalah organisasi nasionalis yang didominasi Punjabi tanpa tujuan di luar perbatasan Afghanistan, dan memiliki toleransi terhadap sekte Muslim lainnya di negara itu.
Sementara, ISIS-K, sebaliknya, memandang Syiah dan sekte Muslim lainnya sebagai murtad dan bertujuan untuk mendirikan kekhalifahan Islam di seluruh dunia, seperti yang coba dilakukan ISIS beberapa tahun lalu, tapi gagal, di Irak dan Suriah.
Awalnya Taliban menekan ISIS-K yang bangkit kembali di tengah kekacauan penarikan AS dari Afghanistan, melakukan bom bunuh diri di luar Bandara Kabul pada Agustus yang menewaskan sekitar 200 warga Afghanistan dan 13 tentara AS. Bagi militer AS, itu adalah hari paling mematikan di Afghanistan sejak 2011.
Tidak jelas “keahlian dalam pengumpulan intelijen dan teknik perang” apa yang akan dibawa oleh para rekrutan baru ini ke ISIS-K, mengingat bahwa militer Afghanistan yang diduga berkekuatan 300.000 orang, anggotanya sering melarikan diri atau menyerah tanpa melepaskan tembakan kepada Taliban.
Namun, fakta bahwa para tentara yang didanai AS ini bergabung ke kelompok teror garis keras dalam beberapa bulan setelah AS meninggalkan Afghanistan, menggambarkan masalah yang tampaknya belum dipelajari oleh para pembuat keputusan di Washington dalam pengalaman mereka selama empat dekade.
Sama seperti Mujahidin Afghanistan yang didanai AS pada akhirnya akan berubah menjadi Taliban pada akhir 1980-an dan 1990-an, dan militer Afghanistan akan meningkatkan kekuatan barisan ISIS-K. Sama seperti tentara Irak yang tidak puas dibiarkan tanpa pekerjaan setelah invasi AS pada 2003 berakhir, selanjutnya bergabung dengan ISIS beberapa tahun kemudian.
Badan Keamanan AS telah membunyikan alarm tentang kebangkitan ISIS-K, dengan Wakil Menteri Pertahanan AS, Colin Kahl mengatakan kepada Senat pekan lalu bahwa kelompok itu dapat menyerang Barat dari Afghanistan dalam waktu enam bulan ke depan.
Namun, Taliban, setidaknya secara publik, mengatakan tidak gentar. “Kami tidak menghadapi ancaman dan kami tidak khawatir tentang mereka,” kata seorang Komandan senior Taliban, Mawlawi Zubair kepada Wall Street Journal.
“Tidak perlu, bahkan tidak sedikit pun, bagi kami untuk mencari bantuan dari siapa pun [termasuk AS] untuk melawan ISIS,” tegas Zubair.