
TIKTAK.ID – Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin meminta agar Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang dapat terbebas dari penggunaan politik identitas yang dapat menyebabkan polarisasi sosial di tengah masyarakat.
Pasalnya, kata Ma’ruf, banyak pihak menganggap Pemilu 2019 lalu telah menyisakan pengalaman buruk dalam kehidupan berbangsa dan berdemokrasi di Tanah Air. Ma’ruf menyebut pengalaman buruk itu yakni adanya politik identitas yang menimbulkan polarisasi sosial.
“Polarisasi Pemilu lalu, yang kemudian membawa isu-isu identitas, jangan sampai diulangi,” ujar Ma’ruf usai menghadiri acara di The St. Regis Hotel, Jakarta, pada Senin (13/3/23), seperti dilansir Sindonews.com.
Baca juga : Surya Paloh Buka Suara Soal Sosok Cawapres Pendamping Anies Baswedan
Oleh sebab itu, Ma’ruf mengimbau semua pihak agar terus melakukan kampanye dan sosialisasi larangan penggunaan politik identitas jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan Pemilu pada Februari 2024.
“Seperti acara dialog kebangsaan, dan sosialisasi terus dilakukan supaya tidak terulang,” terang Ma’ruf.
Ma’ruf pun berharap partai politik dan para kontestan Pemilu lainnya juga bisa membuat pakta integritas atau kesepakatan-kesepakatan soal larangan penggunaan politik identitas.
Baca juga : KPU Resmi Ajukan Banding Terkait Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu
“Selain itu, diingatkan terus agar partai-partai politik mampu mengendalikan diri untuk tidak menggunakan cara-cara politik identitas, sehingga membawa polarisasi yang bisa membelah bangsa,” jelas mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut.
Menurut Ma’ruf, indikasi penggunaan politik identitas menjelang Pemilu 2024 sudah mulai tampak.
“Saya kira sudah ada, bahkan sudah pernah dilihat. Misalnya menggunakan masjid sebagai tempat kampanye. Itu salah satu indikasi. Kalau hal itu tidak segera dicegah, maka tempat-tempat ibadah dan tempat-tempat pendidikan akan dijadikan sebagai tempat kampanye,” ucap Ma’ruf.
Baca juga : Pengamat Ungkap Peluang Koalisi Besar PDIP-KIB-KIR Lawan Koalisi Pengusung Anies
Ma’ruf melanjutkan, termasuk juga pesantren, yang dikhawatirkan turut menjadi tempat polarisasi sosial.
“Nanti pembelahan (polarisasi) tidak hanya di masyarakat tapi di dalam pesantren, di dalam masjid, dan di tempat-tempat ibadah. Hal itu bisa saja terjadi,” tutur Ma’ruf.
Oleh sebab itu, Ma’ruf menegaskan kalau berbagai indikasi penggunaan politik identitas harus dicegah. Dengan begitu, tidak berlanjut dan menimbulkan perpecahan masyarakat.
Baca juga : Muncul Isu Duet Prabowo-Ganjar, PKB Tak Terima
“Hal ini harus dicegah termasuk (melalui) dialog-dialog kebangsaan, baik nasional maupun di tingkat daerah provinsi dan kabupaten/kota,” jelas Ma’ruf.