
TIKTAK.ID – Mantan Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown mengatakan bahwa Inggris akan segera menjadi negara gagal jika tidak melakukan reformasi secara fundamental. Hal ini, Gordon bilang karena Inggris diperintah oleh para elite London-sentris, yang bertindak untuk kepentingan mereka sendiri.
“Saya yakin pilihannya sekarang adalah antara negara yang direformasi dan negara yang gagal”, tulis Brown di surat kabar Daily Telegraph, Minggu (24/1/21). “Memang Skotlandia berada dalam ketidakpuasan begitu dalam sehingga mengancam akhir Kerajaan Inggris”.
“‘Siapa pun di London yang memikirkan itu?’ Adalah hal yang umum, yang mencerminkan rasa frustrasi orang-orang di komunitas terpencil yang merasa bahwa mereka adalah pria dan wanita yang terlupakan, yang hampir tidak terlihat oleh Whitehall”, tulis Brown, yang menjabat sebagai PM Partai Buruh dari 2007 hingga 2010, seperti yang dilansir Aljazeera.
Brown mengatakan Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson harus mereformasi cara Inggris mengatur negara, memperingatkan negara tersebut harus “segera menemukan kembali apa yang menyatukannya”, atau berisiko akan menjadi retak.
Dia meminta Johnson, Kepala Partai Konservatif sayap kanan yang saat ini berkuasa, untuk membentuk komisi dan meninjau bagaimana negara itu dijalankan.
Johnson harus mengadakan “Majelis Warga di setiap wilayah dan negara sehingga dia dapat mendengarkan apa yang dikatakan publik”, kata Brown.
Dia juga mengusulkan untuk mengganti Majelis Tinggi Parlemen Inggris yang tidak dipilih, House of Lords, dengan “Senat Daerah”.
“Dipukul oleh Covid-19, terancam oleh nasionalisme, dan tidak pasti apa yang dijanjikan ‘Inggris Global’ pasca-Brexit, Inggris harus segera menemukan kembali apa yang menyatukannya dan memilah apa yang membuat kita terpisah”, tulisnya.
Komentar Brown muncul setelah meningkatnya ketegangan politik di Inggris, yang didorong oleh tantangan yang diakibatkan oleh Brexit dan ditambah perjuangan untuk melawan Covid-19. Itu semua merupakan masalah yang telah melemahkan ikatan yang mengikat Inggris, Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara.
Sebuah jajak pendapat yang diterbitkan di surat kabar The Sunday Times mencatat 50 persen pemilih Skotlandia menginginkan referendum kedua tentang kemerdekaan dalam lima tahun ke depan.
Survei tersebut menemukan 49 persen responden akan memilih untuk memisahkan diri dari Inggris, sementara 44 persen akan menolaknya -yang terbaru dari serangkaian jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan mayoritas kecil sekarang mendukung kemerdekaan Skotlandia.
Referendum pada 2014 tentang kemerdekaan Skotlandia memperoleh hasil 55 persen pemilih memilih menentang kemerdekaan dalam jajak pendapat yang disebut sebagai acara sekali dalam satu generasi itu.
Johnson mengesampingkan pemberian suara publik kembali untuk Skotlandia melakukan referendum, namun Menteri Pertama Skotlandia, Nicola Sturgeon mengatakan dia bermaksud untuk mengadakan “referendum hukum” tentang kemerdekaannya dari Inggris jika memenangkan pemilihan di Skotlandia, yang dijadwalkan pada Mei nanti.