
TIKTAK.ID – Seorang mantan pejabat tinggi intelijen Saudi menuduh Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman menyarankan penggunaan “cincin beracun” dari Rusia untuk membunuh Raja Abdullah.
Dalam sebuah wawancara dengan CBS, Saad al-Jabri mengatakan Mohammed bin Salman (MBS) mengatakan kepada sepupunya pada 2014 bahwa dia ingin membersihkan takhta untuk ayahnya. Ada ketegangan dalam keluarga Kerajaan yang berkuasa pada saat itu, seperti yang dilaporkan BBC, Senin (25/10/21).
Dia menuduh bahwa pada pertemuan tahun 2014, MBS menyarankan kepada sepupunya, Pangeran Mohammed bin Nayef selaku Menteri Dalam Negeri saat itu, bahwa dia bisa mengatur pembunuhan Raja Abdullah.
“Dia mengatakan kepadanya: ‘Saya ingin membunuh Raja Abdullah. Saya memiliki cincin beracun dari Rusia. Cukup bagi saya untuk berjabat tangan dengannya dan dia akan selesai,'” tutur Jabri menirukan apa yang dikatakan Putra Mahkota.
“Entah apakah dia hanya membual… dia mengatakan itu dan kami menganggapnya serius.”
Dia melanjutkan, masalah itu kemudian diselesaikan secara pribadi di dalam istana Kerajaan. Namun dia menambahkan bahwa pertemuan itu diam-diam telah direkam dan dia tahu di mana dua salinan rekaman video itu berada.
Raja Abdullah kemudian meninggal pada usia 90 pada 2015 dan digantikan oleh saudara tirinya Salman, yaitu ayah Mohammed bin Salman, yang menyebut Mohammed bin Nayef sebagai “Putra Mahkota”.
Namun, pada 2017, Mohammed bin Nayef digantikan sebagai pewaris takhta oleh Mohammed bin Salman.
Nayef juga kehilangan perannya sebagai Menteri Dalam Negeri dan dilaporkan ditempatkan di bawah tahanan rumah sebelum ditahan tahun lalu atas tuduhan yang tidak ditentukan.
Jabri melarikan diri ke Kanada setelah Mohammed bin Nayef digulingkan.
Dalam wawancaranya dengan program 60 Menit CBS, Jabri memperingatkan bahwa Putra Mahkota Mohammed (MBS) -penguasa de facto Arab Saudi dan putra Raja Salman- adalah “psikopat, pembunuh, di Timur Tengah dengan sumber daya tak terbatas, yang menimbulkan ancaman bagi rakyatnya, Amerika dan planet ini”.
Jabri mengaku diperingatkan oleh seorang teman di dinas intelijen Timur Tengah bahwa Mohammed bin Salman mengirim tim pembunuh untuk membunuhnya pada Oktober 2018, hanya beberapa hari setelah agen Saudi membunuh jurnalis yang dicap “pembangkang” oleh Saudi, Jamal Khashoggi di Turki.
Dia mengatakan bahwa tim enam orang mendarat di bandara di Ottawa tetapi dideportasi setelah bea cukai menemukan mereka membawa “peralatan mencurigakan untuk analisis DNA”.
Tahun lalu, Jabri menuduh Putra Mahkota MBS melakukan percobaan pembunuhan dalam gugatan perdata yang diajukan di pengadilan Federal AS.
MBS menolak tuduhan itu. Dia juga membantah terlibat dalam pembunuhan Jamal Khashoggi, meskipun Badan Intelijen AS menilai bahwa dia menyetujui operasi tersebut.
Dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke CBS, kedutaan Saudi di Washington melabeli Jabri sebagai “mantan pejabat Kerajaan yang buruk dengan sejarah panjang berbohong dan menciptakan gangguan, untuk menyembunyikan kejahatan keuangan yang dia lakukan, yang berjumlah miliaran dolar, untuk memberikan kemewahan, gaya hidup bagi dirinya dan keluarganya”.
Jabri dituntut karena korupsi oleh berbagai entitas Saudi dan seorang hakim Kanada telah membekukan asetnya dengan mengatakan ada “bukti penipuan yang luar biasa”.
Dia menyangkal mencuri uang Kerajaan, dan mengatakan mantan majikannya menghadiahinya dengan murah hati.
Pada Maret 2020, pihak berwenang Saudi menahan putra Jabri, Omar dan putrinya Sarah dalam apa yang dikatakan kelompok hak asasi manusia sebagai upaya nyata untuk memaksanya kembali ke Arab Saudi.
November lalu, dua bulan setelah ayah mereka menggugat MBS, saudara kandung itu masing-masi…