TIKTAK.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) memanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang pleno terkait uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
Dalam sidang tersebut, akan mendengarkan penjelasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan keterangan Presiden. Rencananya, sidang akan digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung MK pada Rabu (20/5/20) pada pukul 10.00 WIB.
“Para pihak, saksi, serta ahli, wajib hadir memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi,” demikian bunyi surat panggilan yang ditandatangani Panitera Muhidin, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Jumat (15/5/20).
Baca juga : Menhan China Wei Fenghe Telepon Prabowo Subianto, Ada Apa?
MK menerapkan protokol kesehatan sesuai situasi dan kondisi pandemi virus Corona (Covid-19). Di antaranya wajib memakai masker, sarung tangan, cek suhu badan, dan menjaga jarak fisik. MK juga akan menerapkan pembatasan kehadiran di ruang sidang, yaitu bagi para pihak paling banyak lima orang.
Sidang pleno tersebut membahas gugatan perkara nomor 24/PUU-XVIII/2020 yang diajukan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) bersama Yayasan Mega Bintang 1997, LP3HI, KEMAKI, dan LBH PEKA.
Sebelumnya, saat membacakan permohonan uji materi di Gedung MK, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyebut Pasal 27 Perppu 1/2020 dapat membuat pejabat seperti manusia setengah dewa lantaran tidak bisa dituntut dan dipidana. Ia menilai kekebalan hukum yang diperoleh pejabat melalui pasal tersebut bisa mencederai rasa keadilan masyarakat.
Baca juga : PA 212 Siap Gugat Jokowi yang Kembali Naikkan Iuran BPJS Saat Corona
“Ketentuan a quo akan menjadikan penguasa/pejabat menjadi manusia setengah dewa. Mereka bisa menjadi otoriter, tidak demokratis, dan dijamin tidak khilaf atau salah,” terang Boyamin.
Dalam Pasal 27 Perppu 1/2020, meliputi tiga ayat. Mengenai imunitas hukum pejabat negara diatur pada ayat dua yang berbunyi:
Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana, jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca juga : Pernah Berseteru Politik, Ini Momen Kebersamaan Jokowi dan Djoko Santoso yang Sama-sama Asli Solo
Boyamin mengatakan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Ia melanjutkan, prinsip negara hukum adalah semua berdasar hukum, hukum untuk mencapai keadilan, sehingga semua proses hukum adalah terciptanya keadilan di masyarakat.