
TIKTAK.ID – Kejaksaan Agung diketahui telah menetapkan seorang purnawirawan Jenderal TNI dengan pangkat Laksamana Muda (Purn) berinisial AP sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur Kementerian Pertahanan periode 2015-2021.
AP disebut-sebut sempat menjabat sebagai Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan sejak 2013 sampai 2016. Kini dia ditetapkan tersangka bersama dua orang lainnya dalam kasus ini.
“Diperoleh bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tiga orang tersangka,” ungkap Direktur Penindakan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Militer, Brigjen Edy Imran, melalui konferensi pers di Kejagung, pada Rabu (15/6/22), seperti dilansir CNN Indonesia.
Baca juga : Di Forum Global, Prabowo Tegaskan Indonesia Pilih Posisi Non-Aliansi dalam Geopolitik Dunia
Kemudian dua tersangka lain yang ikut terjerat yakni Direktur Utama PT. Dini Nusa Kesuma (PT DNK) berinisial SCW dan Komisaris Utama PT. Dini Nusa Kesuma (PT DNK) berinisial AW.
Menurut Edy, penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa total 47 saksi yang terdiri dari delapan prajurit aktif di TNI, 10 purnawirawan TNI, dan sisanya berasal dari unsur sipil dan ahli.
Edy menjelaskan, para tersangka tidak ditahan sejauh ini karena masih kooperarif. Meski begitu, dia mengaku penyidik tengah melakukan upaya pencekalan terhadap para tersangka sehingga tidak bisa ke luar negeri.
Baca juga : Kader PSI Raja Juli Antoni Tiba di Istana, Benarkah Bakal Jadi Anggota Kabinet Jokowi?
“Tersangka Laksamana Muda (Purn) AP bersama dengan SCW dan AW secara melawan hukum merencanakan dan mengadakan kontrak sewa satelit dengan pihak Avanti bertentangan dengan beberapa peraturan perundang-undangan,” tutur Edy.
Para tersangka tersebut pun dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Selain itu, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Baca juga : Survei Pilpres 2024: Pasangan Anies-AHY Saingan Terberat Ganjar-Emil
Sebagai informasi, proyek satelit ini diduga bermasalah saat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memenuhi permintaan Kemenhan untuk memperoleh hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur guna membangun Satkomhan.
Setelah itu, Kemenhan membuat kontrak sewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015. Kontrak tersebut dilakukan, meski penggunaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur dari Kemenkominfo baru diterbitkan pada 29 Januari 2016.
Akan tetapi, pihak Kemenhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur kepada Kemenkominfo. Ketika melakukan kontrak dengan Avanti pada 2015, Kemenhan ternyata belum punya anggaran untuk keperluan tersebut.
Lantas kasus mulai terendus akibat Indonesia digugat ke dua Pengadilan Arbitrase luar negeri untuk membayar ganti rugi lantaran proses penyewaan yang bermasalah.