TIKTAK.ID – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih menyatakan bahwa majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memutus penundaan tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah melanggar kode etik dan pedoman perilaku.
Menurut anggota koalisi, Saleh Al Ghifari, majelis hakim yang terdiri dari T. Oyong, H. Bakri, dan Dominggus Silaban telah melanggar asas profesionalisme serta nilai-nilai hukum dan keluhuran masyarakat.
“Menurut kami, ini terang benderang merupakan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim,” ujar Saleh di Kantor Komisi Yudisial (KY), Jakarta, pada Senin (6/3/23), seperti dilansir CNN Indonesia.
Baca juga : Demokrat Tak Mau Anies Berpasangan dengan Sandiaga, Alasannya Menohok
Saleh mengatakan putusan perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst tidak sesuai dengan Pasal 22 E ayat 1 UUD 1945 yang mengamanatkan Pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
Kemudian Saleh menilai putusan PN Jakarta Pusat yang menunda tahapan Pemilu 2024 juga bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dia memaparkan, dalam UU Pemilu hanya dikenal Pemilu susulan dan lanjutan.
“Kami sudah berdiskusi dengan Ketua KY [Mukti Fajar Nur Dewata] dan Komisioner bahwa ini memang perkara serius, dan mestinya menjadi prioritas KY. Selain itu, tadi sudah disampaikan kalau dibutuhkan, ini akan diperiksa dengan pemeriksaan bersama Mahkamah Agung,” jelas Saleh.
Baca juga : Demokrat Beri Bocoran Isi Piagam Koalisi Perubahan Soal Usung Anies
“Kami berharap hal ini juga dapat dilakukan. Dengan begitu, perdebatan mengenai teknis yudisial bisa teratasi, karena [putusan PN Jakarta Pusat] ini sangat jauh melenceng,” imbuh Saleh.
Untuk diketahui, pada Senin ini, KY menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memutus penundaan tahapan Pemilu 2024. Laporan tersebut dibuat oleh Kongres Pemuda Indonesia (KPI) yang diwakili advokat Pitra Romadoni dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih.
Laporan itu terkait keputusan PN Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (Prima) dengan menghukum KPU tidak melaksanakan tahapan Pemilu 2024. Pengadilan menyatakan bahwa KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. KPU pun diminta untuk membayar ganti rugi materiel sebesar Rp500 juta kepada Partai Prima. Pengadilan juga telah memerintahkan agar putusan secara serta merta dijalankan.