TIKTAK.ID – Ketua DPD, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengklaim bahwa gugatan pihaknya ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen merupakan bagian dari perjuangan rakyat melawan oligarki. Dia menjelaskan, tanpa ambang batas tersebut, maka rakyat akan memiliki banyak pilihan calon pemimpin nasional.
“Bila Allah memberikan amanah kepada saya, saya siap menerima untuk mempercepat mengembalikan kedaulatan rakyat,” ungkap LaNyalla, seperti dilansir Republika.co.id.
Kemudian LaNyalla mendesak MK agar jernih dan tegas dalam menjaga konstitusi. LaNyalla mengatakan hal itu berkaitan dengan judicial review pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur khusus mengenai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Baca juga : Surya Paloh Ngaku Belum Izin PDIP Soal Masuknya Ganjar di Bursa Capres Nasdem
“MK tidak boleh membiarkan negara ini dikuasai oleh oligarki ekonomi dan oligarki politik yang membuat aturan seenaknya, tanpa ada sandaran hukum berdasarkan konstitusi kita,” tutur LaNyalla.
Lantas LaNyalla mempertanyakan jadwal putusan atas gugatan yang dilayangkan oleh DPD. LaNyalla pun mengajak masyarakat agar ikut mengawasi kinerja MK dalam memutus kasus judicial review presidential threshold ini.
“Silakan rakyat ikut mengawasi. Silakan tanyakan kepada MK kapan keputusan yang berkaitan erat dengan kedaulatan rakyat itu bakal diputuskan. Mari kita tanyakan kepada MK, silakan rakyat tanyakan kepada MK,” kata LaNyalla.
Baca juga : Di Hadapan Perempuan NU, Cak Imin Janjikan Rp 100 Triliun untuk Kemajuan Perempuan Jika Jadi Presiden
Sebelumnya, LaNyalla sempat mengatakan lebih baik MK dibubarkan saja jika menolak gugatan presidential threshold.
Dukungan pada LaNyalla, salah satunya berasal dari Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma. Dia menilai alasan pembubaran MK sebagaimana yang dinyatakan LaNyalla itu sangat logis.
“DPD merupakan lembaga tinggi negara yang berisi para senator yang mewakili seluruh wilayah Indonesia. Bila gugatan lembaga setingkat DPD saja tidak digubris MK, apalagi gugatan dari rakyat biasa?” tegas Lieus, mengutip Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (7/6/22).
Baca juga : Total Utang RI Menurun Dibandingkan Sebelumnya, Jokowi Bayar Pakai Apa?
“Lalu untuk apa ada MK? Baguslah jika dibubarkan saja,” imbuhnya.
Lieus mengaku sepakat dengan cara pandang LaNyalla, kalau Indonesia telah tersandera oleh kepentingan oligarki, baik itu secara ekonomi maupun politik.
“Persoalan bangsa saat ini bukanlah mengenai Pemerintah atau Presiden. Namun lebih karena adanya kelompok yang menyandera kekuasaan untuk berpihak dan memihak kepentingan mereka, yakni oligarki ekonomi dan oligarki politik,” jelasnya.