TIKTAK.ID – Sejumlah orang melakukan diet ekstrem demi memiliki tubuh kurus ideal. Padahal, ahli gizi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik (PDGKI), Feni Nugraha menyebut diet ekstrem bakal menimbulkan berbagai risiko kesehatan.
Ia menjelaskan, risiko kesehatan ini beragam. Mulai dari sembelit yang tampak sepele hingga batu empedu yang cukup serius.
Seperti dilansir CNN Indonesia, berikut ini sejumlah risiko kesehatan akibat diet ekstrem yang mungkin mengintai.
- Sembelit
Umumnya, pelaku diet ekstrem akan mempraktikkan defisit kalori, sehingga menimbulkan sembelit akibat kurang konsumsi sayur dan buah. Sembelit dapat membuat orang susah buang air besar, buang air besar disertai darah, bahkan tidak buang air besar hingga 6 hari.
“Serat penting untuk BAB, karena menarik air ke usus besar, membuat feses lebih lunak dan berbentuk, sehingga BAB menjadi lancar. Ketika serat kurang akibat diet ekstrem, memang cenderung [menimbulkan] sembelit,” ujar Feni, mengutip Antara.
- Defisiensi mikronutrien
Praktik diet ekstrem yang belakangan santer dibicarakan menyebut sayuran dikurangi bahkan dihindari demi memperoleh tubuh kurus.
Menanggapi hal itu, pakar gizi Arti Indira mengatakan sayuran tidak akan menghambat penurunan berat badan apalagi bikin gemuk. Kemudian dia juga menyoroti diet ekstrem yang kerap “memusuhi” nasi.
“Ada orang yang sampai tidak mau makan nasi saat diet. Kita suka lupa, selain sebagai sumber karbohidrat, nasi juga mengandung vitamin dan mineral seperti zat besi, fosfor, magnesium, dan mangan. Jadi jangan terlalu restriktif saat menjalankan program diet,” terangnya.
- Batu empedu
Lebih lanjut, bahaya lain yang mengintai para pelaku diet ekstrem yakni risiko batu empedu.
Menurut dokter spesialis gizi Samuel Oentoro, diet ekstrem berarti asupan lemak sangat sedikit, bahkan nyaris tidak ada, termasuk lemak sehat.
Ia memaparkan, lemak akan masuk usus dua belas jari dan memicu empedu untuk memompa cairan ke usus. Setelah itu, cairan empedu akan memudahkan lemak untuk diserap tubuh di samping nanti akan diproses lagi dengan enzim pencernaan.
“Jika asupan lemak sangat sedikit atau tidak ada, maka tidak ada rangsangan bagi kantong empedu untuk memompa keluar cairan empedu. Akibatnya, empedu tersimpan saja di dalam kantong, mengendap, dan lama-lama terbentuk batu empedu,” ucap Samuel.