TIKTAK.ID – Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) menyoroti keputusan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengenai adendum pengelolaan air di Ibu Kota. Perlu diketahui, adendum tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 891 Tahun 2020 tentang Persetujuan Adendum Perjanjian Kerja Sama antara Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta dengan Perseroan Terbatas Aetra Air Jakarta.
Menurut pengacara KMMSAJ, Nelson Nikodemus Simamora, pihaknya telah mengajukan permintaan informasi publik terkait Kepgub tersebut. Akan tetapi, ia mengatakan permintaan tersebut ditolak dengan alasan yang berubah-ubah.
“Dengan begitu, patut diduga Gubernur DKI Jakarta telah memperpanjang perjanjian kerja sama dengan swasta, menyangkut akses air bersih 10 juta warga Jakarta yang telah terbukti merugikan keuangan negara sebesar triliunan rupiah selama 25 tahun sejak 1997,” ujar Nelson kepada wartawan, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Minggu (11/4/21).
Kemudian Nelson menjelaskan, pada 15 Desember 2020, pihaknya sudah mengajukan permohonan informasi publik tentang isi adendum tersebut. Namun, ia menyebut permohonan itu ditolak melalui jawaban dari Kepala Dinas Komunikasi, Informasi, dan Statistik DKI pada 8 Januari 2021. Mereka beralasan adendum masih dalam proses kajian oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas permintaan KPK.
Karena tidak puas dengan jawaban itu, maka KMMSAJ kembali mengajukan permintaan informasi publik. Permintaan itu pun kembali ditolak oleh Sekretaris Daerah DKI, namun dengan jawaban yang berbeda. Sekretaris Daerah DKI meyatakan adendum kerja sama itu tidak dikuasai oleh Pemprov DKI karena adendum itu adalah dokumen dengan mekanisme business to business antara PAM Jaya dan PT Aetra.
“Tanggapan keberatan informasi publik tersebut justru semakin menunjukkan bahwa Anies Baswedan menerbitkan KEPGUB abal-abal yang tidak memiliki dasar yang jelas,” tegas Nelson.
Selain itu, KMMSAJ menilai Kepgub yang diteken oleh Anies itu bertentangan dengan hukum, HAM, serta nalar publik berdasarkan sejumlah alasan. Antara lain, kertutupan informasi publik, akibat pihak Pemprov DKI tidak memberikan jawaban atas apa isi dari adendum tersebut.
Kepgub tersebut juga dianggap tidak mendasarkan pada bagian menimbang dan mengingat pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air ataupun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 tanggal 18 Februari 2015.