TIKTAK.ID – Kementerian Sosial (Kemensos) mengaku dapat membekukan atau mencabut izin lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT), jika memang terbukti melakukan tindakan penyimpangan. Menurut Sekretaris Jenderal Kemensos, Harry Hikmat, hal itu berdasarkan Pasal 19 huruf b Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No 8 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang (PUB).
“Hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 19 huruf b, Menteri Sosial berwenang mencabut dan/atau membatalkan izin PUB yang sudah dikeluarkan,” ungkap Harry lewat keterangan tertulis, Selasa (5/7/22), seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Pasal 19 huruf b Permensos No 8 tahun 2021 menyatakan bahwa Menteri Sosial (Mensos) dapat menunda, mencabut, dan atau membatalkan izin PUB yang telah dikeluarkan dengan alasan; untuk kepentingan umum, pelaksanaan PUB meresahkan masyarakat, terjadi penyimpangan dan pelanggaran pelaksanaan izin PUB, dan atau menimbulkan permasalahan di masyarakat.
Baca juga : PPATK Temukan Dugaan ACT Alirkan Dana ke Teroris, Densus 88 Bergerak
Lebih lanjut, menanggapi dugaan penyelewengan dana sumbangan masyarakat yang dilakukan ACT, Kemensos mengatakan telah menjadwalkan pemanggilan pimpinan lembaga itu guna dimintai keterangan.
“Kementerian Sosial bakal memanggil pimpinan ACT, yang akan dihadiri oleh tim Inspektorat Jenderal. Hal itu untuk mendengar keterangan dari apa yang telah diberitakan di media massa dan akan memastikan, apakah ACT telah melakukan penyimpangan dari ketentuan, termasuk menelusuri apakah terjadi indikasi penggelapan oleh pengelola,” terang Harry.
Seperti diketahui, persoalan ACT mencuat usai Majalah Tempo mengeluarkan laporan utama berjudul “Kantong Bocor Dana Umat”. Laporan itu membahas mengenai isu gaji petinggi ACT yang mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Petinggi ACT juga disebut-sebut menerima sejumlah fasilitas mewah dan memotong uang donasi.
Baca juga : Jokowi Minta Polri Fokus Soal Pemindahan Ibu Kota dan Pengawalan Pemilu 2024
Sementara itu, Presiden ACT Ibnu Khajar menampik jajaran petinggi lembaga itu memperkaya diri dengan menyelewengkan dana masyarakat.
ACT mengaku memang mengambil lebih dari 12,5 persen untuk operasional lembaga dari jumlah donasi yang berhasil dikumpulkan, tepatnya sekitar 13,5 persen dari donasi tersebut.
Kemudian Ibnu Khajar menilai penggunaan donasi itu tak masalah. Dia menegaskan, ACT merupakan lembaga filantropi bukan lembaga amil zakat dan memperoleh izin dari Kementerian Sosial.
Baca juga : Pernah Kerja Sama dengan Pemprov DKI, Apa Kata Anies Soal ACT Terkini?
Padahal dalam aturan syariat Islam, untuk lembaga zakat, pemotongan donasi keagamaan tak boleh lebih dari 12,5 persen. Sedangkan jika merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pengumpulan Sumbangan, pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyak 10 persen dari hasil donasi.